Minggu, 27 Januari 2013

10 Cara Aman Cari Jodoh di Internet


10 Cara Aman Cari Jodoh di Internet



Mencari pasangan di dunia maya? Mengapa tidak. Di zaman serba canggih ini, urusan jodoh sah-sah saja diusahakan melalui internet. Sudah bertebaran situs jodoh online, atau memanfaatkan social media yang ada. Hanya tentu saja harus waspada dengan kemungkinan para predator dunia maya atau penjahat cyber.
Bagaimana ya agar bisa mencari jodoh di internet dengan aman? Apakah bisa menekan risiko bertemu dengan cybercriminal atau orang yang memanfaatkan kita di dunia maya? Ini ada 10 tips praktis :

1. Pilih layanan jodoh yang bereputasi
Jika ingin bergabung dengan layanan jodoh online, carilah yang bisa dipercaya dan punya reputasi. Dengan demikian bisa meminimalisir bertemu dengan pihak tak bertanggungjawab. Carilah rekomendasi melalui teman, atau tanyalah pada orang yang sudah memanfaatkan situs tersebut. Lakukan googling dengan keyword nama layanan tersebut, sehingga akan didapat referensi berguna. Jangan lupa juga membaca baik-baik aturan mainnya, dan bagaimana mereka menjaga privasi anggotanya.

2. Hati-hati dengan foto Anda
Jangan pakai foto yang provokatif untuk didisplai di profil Anda, sebab bisa dimanfaatkan pihak tertentu. Selain itu foto yang terlalu vulgar dan menggoda hanya akan membuat imej Anda buruk.

3. Jangan mudah diidentifikasi
Alamat rumah, tempat kerja, nomor telepon, sebisa mungkin jangan terpampang di profil Anda secara terang-terangan. Gunakan sistem pengiriman pesan yang disediakan situs yang bersangkutan. Cukup melalui fasilitas itu saja Anda saling berkiriman pesan dengan teman Anda. Jangan juga memajang nama lengkap, sebab bisa dengan mudah dilacak.

4. Realistis dalam membaca profil orang
Jangan mudah percaya atau terhanyut fantasi saat ada lawan jenis yang membuatmu kagum dengan profilnya. Ajak dia berinteraksi lebih jauh tapi tetap menjaga jarak, dan jangan terlalu berharap. Realistislah jika ia tak sesuai harapan, daripada menyesal di kemudian hari. Blok dan stop komunikasi kalau ia bersikap tidak sopan.

5. Kopdar dengan aman
Saat copy darat atau kopdar dengan salah satu "kandidat", usahakan berada di tempat publik yang aman. Pastikan ada yang tahu Anda akan bertemu dengan siapa dan di mana, agar mereka bisa mengontak Anda jika terjadi sesuatu. Jika ada hal yang tidak menyenangkan saat kopdar, laporkan ke pengelola situs jodoh. Begitu kandidat yang Anda jumpai menyimpan banyak kebohongan, tinggalkan dia.

6. Anda bisa pergi kapan Anda mau
Andai kopdar tak berjalan sesuai harapan, tak perlu ragu untuk tegas menyatakan bahwa ia bukan tipe Anda. Stop semua bentuk komunikasi dengan dia, daripada membuang waktu dan energi.

7. Pelan-pelan saja
Merasa bertemu orang yang tepat? Tak perlu terburu-buru mengajaknya berkomitmen. Ingat, internet penuh dengan predator yang siap memangsa mereka yang lengah. Beri dia waktu untuk membuktikan kebenaran identitas, maksud baik, dan sebagainya.

8. Laporkan para scammer dan predator segera
Sedang apes karena kandidat Anda ternyata penipu alias scammer dan penjahat cyber alias predator? Segera laporkan mereka yang pengelola situs.

9. Dimintai uang? Laporkan
Motif ekonomi sering menjadi alasan mengapa ada scammer dan predator. Jika teman kencan Anda meminjam atau bahkan meminta uang atau materi lain, maka jelas motofnya motif ekonomi. Laporkan segera sebelum semakin bertambah parah.

10. Merasa terancam? Ambil jalur hukum
Bukan tak mungkin bertemu psikopat atau kriminal akut di dunia maya, lalu berlanjut ke dunia nyata. Biasanya mereka tak akan menyerah begitu saja jika ditolak. Andai ada ancaman atau bahkan kekerasan, segera laporkan pihak berwenang, dan jangan ragu ajukan tuntutan hukum.




sumber:http://website99.blogspot.com/2013/01/10-cara-aman-cari-jodoh-di-internet.html


Selasa, 15 Januari 2013

JUST JOKE don't angry :)


isabella    :     "Bu, tadi aku liat itunya bejo"
ibu          :     "Astaga cepat cuci mata!!!
isabella    :     "iya bu, aku juga sekalian mau cuci tangan & mulut"
ibu          :     ***MATI



Udin     :    “pacar lu penurut ya jo?”
Bejo     :    “iya!!! Kok lu tau???”
Udin     :    “Soalnya kemaren gua suruh buka baju. Eh dia mau!!!
Bejo     :    o_0



Pengemis    :    “Sedekahnya Mas…Saya orang susah!!!”
Udin           :    “Saya juga orang susah, Pak!!!”
Pengemis    :    “kok punya mobil?”
Udin           :    “susah move on”
Pengemis    :    o_0



Udin        :   “Hai Cewek, namanya siapa?
Cewek     :   “Rahma”
Udin        :   “Bagus banget namanya”
Cewek     :   “Makasih”
Udin        :   “nama lengkapnya siapa?”
Cewek     :   “Rahmat”
Udin        :   *MATI* 



ORANG PINTAR YANG SESUNGGUHNYA
Orang pintar : bisa mengerjakan soal pelajaran
Orang yang paling pintar : bisa mencontek pekerjaan orang pintar



Kakek      :   “Pindah rumah ya Pak?”
Pak Guru :   “iya nih Kek”
Kakek      :   “sini Kakek bantu”
Pak Guru :    “Bantu angkat barang?”
Kakek      :   “Bukan, angkat istrimu!”
Pak Guru :     *BEDEBAH*        



ibu           :   “Mah!”
isabella     :   “Adik mimisan”
ibu           :   “Hah!”
Isabella     :   “cepetan Mamah telpon Dokter!”
Ibu          :   *telpon*
                   “Dok, ke rmh saya sekarang!”
                   “Anak sya mau donor darah!”

Body image


 2.1.         Body image
2.1.1        Pengertian Body image
Konsep body image telah banyak digunakan oleh para ahli untuk meneliti penghayatan manusia tentang tubuhnya sendiri. Body image adalah fenomena multidimensi yang melibatkan aspek kognitif, afektif dan attitude. (Cash, 2002)
Body image is a complex concept that affect how people feel about themselves how they behave. It has been defined as “ the picture of our own body which we form in our mind” (Cash and Pruzinsky, 1990)
Yang berarti body image merupakan konsep yang kompleks yang mempengaruhi bagaimana perasaan seseorang mengenai tubuhnya dan bagaimana mereka bertingkah laku. Dapat didefinisikan sebagai “gambaran tubuh seseorang yang dibentuk melalui pikirannya sendiri” (Cash & Pruzinsky, 1990).
Menurut Keaton, Cash dan Brown mengatakan body image memiliki dua komponen  yaitu :
1.      Komponen persepsi, meliputi bagaimana individu menggambarkan kondisi fisiknya yaitu mengukur tingkat keakuratan persepsi seseorang dalam mengestimasi ukuran tubuh seperti tinggi atau pendek, cantik atau jelek, putih atau hitam, kuat atau lemah. Bila ada gangguan pada komponen persepsi, maka gangguan body image yang dialami adalah distorsi body image. Apabila individu mengalami distorsi body image (body image distortion) maka ia tidak mampu memperkirakan (mengestimasi) ukuran tubuhnya secara tepat (Cash dkk, 2003). Komponen persepsi dalam body image melibatkan komponen sensory dan non sensory. Komponen sensory mengacu pada respon sistem penglihatan, termasuk retina dan korteks. Sedangkan komponen nonsensory kadang-kadang dikarakteristikan sebagai faktor kognitif atau afektif yang mengacu pada interpretasi otak pada input visual.
2.      Komponen sikap, yaitu berhubungan dengan kepuasan dan ketidakpuasan individu terhadap bagian-bagian tubuh yang meliputi wajah, mata, bibir, hidung, mata, rambut dan keseluruhan tubuh yang meliputi proporsi tubuh, bentuk tubuh, penampilan fisik. Bila ada gangguan pada komponen sikap, maka gangguan body image yang dialami adalah ketidakpuasan tubuh (body image dissatisfaction), ketidakpuasan body image dapat dilihat dari bagaimana individu menilai tubuhnya. Bila individu menilai penampilan tidak sesuai dengan standar pribadinya, maka ia akan menilai rendah tubuhnya. Ketidakpuasan individu terhadap tubuhnya dapat menyebabkan individu mempunyai harga diri yang rendah atau bahkan depresi, kecemasan sosial dan menarik diri dari situasi sosial (Cash dkk, 2003). Jadi ketidakpuasan akan bentuk tubuh muncul jika ada gangguan pada komponen sikap.
Muth & Cash (1997) Komponen sikap body image terdiri dari dua dimensi, yaitu body image evaluation dan body image investment. Evaluasi mengarah pada penilaian individu mengenai penampilan fisiknya yang menghasilkan perasaan kepuasan dan ketidakpuasan tubuh. Cash & szymanski (1995 dalam Cash, 2002) menyatakan bahwa evaluasi body image  berakar dari derajat kesenjangan dan kesesuaian antara karakter fisik diri yang diyakini individu dan nilai fisik ideal yang dihargai oleh individu. Dimensi evaluation/affect terdiri dari sejumlah konsep seperti kepuasan tubuh secara global, emosi yang kaitannya dengan self-evaluation tubuh, ketidakpuasan terhadap beberapa aspek tubuh, kesenjangan antara persepsi tubuh dan tubuh ideal yang diinternalisasikan, serta penilaian kognitif yang berkaitan dengan penampilan. Ketidakpuasaan body image yang diungkapkan melalui dimensi evaluasi merupakan aspek yang penting karena diyakini dapat menangkap pengalaman internal individu (Thompson,1999)
Sedangkan body image investment mengacu pada penilaian individu terhadap tubuhnya melalui pikiran, perasaan, maupun tindakan seseorang dalam usaha untuk mengatur dan meningkatkan penampilannya. Dimensi investment meliputi penilaian kognitif seseorang pada penampilan, perhatian pada penampilan, pentingnya penampilan pada diri seseorang dan manifestasi tingkah laku seseorang dalam usaha untuk mengatur dan meningkatkan penampilannya (Muth & Cash, 1997).
Beberapa strategi yang dilakukan dalam investment adalah :
1.      Suplemen
Penggunaan suplemen merupakan salah satu cara yang digunakan untuk meningkatkan ukuran tubuh dan otot. Seperti :
-          Creatin, adalah suplemen yang digunakan untuk meningkatkan dan membentuk otot-otot.
-          Ephedrine, adalah suplemen yang digunakan untuk menurunkan lemak tubuh. Biasanya suplemen ini digunakan oleh laki-laki yang melakukan fitness. Ephedrin merupakan zat dengan struktur kimia yang mirip dengan amfetamin dan bertindak sebagai stimulan sistem saraf simpatik (Rawson & Clarkson, 2000). Ephedrin menimbulkan efek samping terhadap fisik dan psikologis seperti : mudah tersinggung, sulit tidur, ketergantungan, sakit kepala, mual, muntah, gelisah, dan gangguan saluran kemih (Physician.s Desk Reference, 2000). Bahkan bisa menimbulkan masalah yang lebih serius meliputi psikosis, kejang, stroke, infark miokard, dan kematian (Rawson & Clarkson, 2000).
-          insulin, merupakan jenis suplemen lain yang juga digunakan untuk meningkatkan masa tubuh. Pada penelitian O’Dea and Rawstorne (2001) menemukan bahwa 5% laki-laki remaja dalam penelitian mereka dilaporkan menggunakan obat-obatan seperti pil atau insulin, untuk meningkatkan masa tubuh mereka. Prohormones merupakan hormon sintetis yang memiliki struktur kimia yang mirip dengan steroid anabolic. Prohormones zat ilegal seperti steroid dan sudah tersedia untuk pembelian di toko nutrisi. Penggunaan prohormon memiliki efek samping pada tubuh, efek yang ditimbulkannya sama seperti penggunaan steroid (King et al, 1999.).
-          Anabolic steroid (untuk menambah masa otot) dll. Anabolic steroid dapat bekerja dengan cepat dan dapat menghasilkan otot lebih besar. Manfaat yang didapat dari penggunaan steroid yaitu menurunnya presentase lemak dalam tubuh, kekuatan meningkat, dan meningkatkan otot tanpa lemak (Kulipers, Wijnen, Hartgens, & Willems, 1991). Peningkatan ukuran dan kekuatan otot tersebut tidak menetap maksudnya harus menggunakan steroid secara terus-menerus, apabila penggunaan dihentikan maka akan terjadi penurunan pada otot (Evans, 1997). Penelitian menemukan bahwa individu yang menggunakan steroid memiliki perasaan puas pada ukuran tubuhnya dibandingkan  dengan individu yang tidak menggunakan steroid (Brower dkk, 1994.). sehingga dapat menyebabkan kecanduan bagi individu yang menggunakannya. Namun, Kecanduan ini dapat membahayakan individu karena penggunaan steroid dalam jangka panjang dapat menimbulkan efek samping terhadap fisik dan psikologisnya. Efek samping terhadap fisik seperti jerawat, gynaeocomastia, stretch marks, sterility (kemandulan), jantung, diabetes, dan kanker. Sedangkan efek psikologis yang ditimbulkan seperti depresi, kecanduan, agresi, psikosis, bahkan sampai bunuh diri (Blouin & Goldfield, 1995; Brower et al, 1994). Oleh karena itu, penggunaaan suplemen adalah strategi investasi yang penting untuk mengukur tingkat keinginan seseorang untuk menjadi berotot.
2.      Diet, merupakan strategi investmen lain yang digunakan individu. Berbagai macam diet dilakukan oleh individu untuk mencapai berat badan yang diinginkan. Penelitian menemukan bahwa banyaak dari individu yang melakukan diet dengan cara tidak sehat, seperti : membatasi asupan makanan (guna menurunkan berat badannya), diet protein tinggi pada laki-laki yang ingin meningkatkan masa ototnya (hanya makan makanan yang tinggi kalori), diet dua tahap (melakukan diet tinggi kalpri dan diet menurunkan berat badan secara bersamaan) seperti melakukan diet dan olahraga untuk menurunkan lemak tubuh dan meningkatkan otot. Diet akan menimbulkan efek berbahaya pada individu seperti gangguan makan, bahkan bisa gangguan mental (body image negatif).
3.      Latihan fisik, merupakan strategi yang paling utama dalam invesmen yang mendapat perhatian paling banyak dalam area body image, seperti angkat beban, bodybuilding, dan strategi perubahan tubuh lain yang dapat meningkatkan masa otot dan tubuh. latihan fisik memiliki hubungan positif dengan kepuasan tubuh (Davis et al., 1991; Hausenblas & Fallon, 2002) dan persepsi pada kemampuan olahraga, daya tarik fisik, kekuatan, dan kondisi fisik. Berolahraga untuk kesehatan dan kebugaran memiliki berkaitan dengan harga diri (McDonald & Thompson, 1992).
4.      Lainnya, seperti penggunaan pakaian dan operasi plastik. Laki-laki memilih pakaian sesuai dengan yang mereka butuhkan untuk menyembunyikan atau memperlihatkan bagian tubuh yang mereka sukai (Frith & Gleeson, 2004). Kepercayaan tubuh pada laki-laki berhubungan dengan jenis pakaian yang mereka pakai. Pada laki-laki yang memiliki tubuh kurus atau tidak berotot, akan memakai pakaian yang agak besar. Dan pada laki-laki yang memiliki tubuh dengan dada dan lengan yang berotot akan memakai pakaian yang ketat agar bentuk tubuhnya terlihat. Pakaian merupakan strategi invesmen yang terpenting yang mereka gunakan untuk mengubah penampilan mereka ketika dilihat orang lain. Selain pakaian, operasi plastik juga merupakan strategi invesmen yang digunakan laki-laki untuk mengubah penampilan tubuhnya.

2.1.2        Teori Sosiokulultural
Walaupun ada beberapa teori yang telah dikemukakan untuk menjelaskan masalah citra tubuh, banyak peneliti yang berpendapat bahwa faktor masyarakat dan budaya memiliki pengaruh yang kuat dalam membentuk, mengembangkan, dan mempertahankan masalah citra tubuh pada masyarakat. Teori sosiokultural menyebutkan bahwa masyarakatlah yang menentukan standar sosial mengenai apa yang cantik dan apa yang menarik (Heinberg, dalam Thompson 1996). Thompson (1996) juga berpendapat bahwa norma budaya memiliki peranan dalam mempengaruhi perkembangan tingkah laku dan sikap yang berhubungan dengan citra tubuh.
Teori sosiokultural juga menekankan pentingnya peran media dalam menyampaikan pesan-pesan yang berkaitan dengan harapan tentang fisik ideal. Media menyediakan informasi yang sangat banyak tentang cara memperoleh tubuh ideal, contohnya : melalui diet, olahraga dan pemakaian suplemen. Akibatnya, banyak individu yang keliru karena meyakini bahwa tubuh ideal yang ditampilkan tersebut mudah diperoleh dan hal itu mempengaruhi sikap mereka terhadap tubuhnya (Thompson et al, 1999).
Dua teori berikut ini merupakan perkembangan dari teori sosiokultural :
1.      Teori self discrepancy
Sejumlah peneliti menggunakan alat ukur yang terdiri dari perbandingan ukuran tubuh yang dipersepsikan dalam gambar skema dengan ukuran ideal yang dipilih (Fallon & Rozin, 1985 dalam Thompson 1999). Berdasarkan penelitian ini dan besarnya tekanan sosial budaya mengenai berat badan dan penampilan tubuh ideal, Thompson (1999) menyusun hipotesis self-ideal discrepancy untuk menjelaskan perkembangan gangguan citra tubuh. Teori ini menekankan pada kecenderungan individu untuk membandingkan penampilan yang mereka persepsikan dengan standar ideal yang mereka imajinasikan atau standar ideal lain.
Teori self discrepancy menghubungkan jarak antara persepsi konsep diri individu dengan standar pribadi individu tersebut. Kesenjangan diri terfokus pada kecenderungan individu untuk membandingkan penampilan yang mereka persepsi (aktual) dengan penampilan ideal yang mereka bayangkan atau orang lain yang ideal (Cash & J.K Thompson, 1999).
Ideal self  adalah representasi mental dari harapan, mimpi dan aspirasi seseorang dan self seringkali berupa image diri abstrak di masa datang, sehingga dapat berubah-ubah sebagai suatu standar dalam perbandingan dengan self real. Jika terdapat diskrepansi antara real dan ideal self, individu akan merasa kecewa, frustasi, sedih atau merasa ada kebutuhan yang tak terpenuhi. Pada kasus yang ekstrim, individu dapat jadi depresi (Higgins, et al, 1986.)
Berdasarkan teori ini, individu yang mempersepsi dirinya cocok dengan yang ideal akan memiliki diskrepansi yang kecil sehingga memiliki citra tubuh yang posittif. Namun pada individu yang merasa dirinya tidak cocok atau memiliki diskrepansi yang besar dengan gambaran ideal, akan memiliki citra tubuh yang negative (Henderson-King, 1997;dalam domil, 2003).

2.      Teori social comparisons
Teori social comparisonsi (perbandingan social) dari Festinger (1954) menyatakan bahwa seseorang mengevaluasi kemampuan dan opini dirinya dengan membandingkannya terhadap orang lain. Menurut Festinger (1954, dalam Thompson 1996) manusia memiliki kecenderungan bawaan untuk mendapatkan informasi mengenai dirinya melalui proses perbandingan social. Proses ini terjadi ketika individu merasakan ketidakpastian atau ketidakjelasan akan kemampuan atau opininya dan tidak tersedia fakta yang objektif mengenai hal tersebut. Individu akan membandingkan dirinya dengan individu lain yang serupa (similar other) yang relevan (Goethals & Darley, 1977;C.T. Miller, 1984; Wheeler, et al., 1982 dalam Milfa Y.,2005). Goethals & Darley (1977 dalam Milfa Y.,2005) mendefinisikan similar other sebagai individu yang memiliki atribut, sifat atau latar belakang yang berhubungan dengan subyek. Misalnya, kesamaan dalam hal kondisi fisik, kemampuan, opini, latar belakang budaya dan lain-lain.
Berdasarkan target yang dipilih dalam social comparison, maka perbandingan yang terjadi dapat berupa upward comparisons atau downward comparisonsi. Upward comparisons adalah perrbandingan-perbandingan terhadap target yang dipersepsikan superior dalam hal yang dibandingkan, sedangkan downward comparisons adalah perbandingan yang dilakukan terhadap target yang dipersepsikan inferior dalam hal yang dibandingkan. Sejumlah penelitian menemukan upward comparisons sering berhubungan dengan meningkatnya stress emosional dan menurunnya harga diri (Thompsson, 1996).
Teori social comparisons menyebutkan bahwa seseorang membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain dan image lain yang mereka lihat mewakili tujuan yang dapat dicapai. Proses perbandingan ini terjadi ketika seseorang merasa bahwa image ideal itu adalah similar other sehingga model dijadikan target social comparisons. Namun ketika ia merasa image ideal adalah yang tidak realistis dalam hal daya tarik fisik, mungkin ia tidak membandingkannya dirinya dengan image tersebut karena merupakan dissimilar other.
Sebuah penelitian menemukan bahwa kecenderungan untuk membandingkan penampilan fisik dengan orang lain tampaknya berhubungan kuat dengan ketidakpuasan tubuh (Striegel-Moore, McAvey & Rodin, 1986 dalam Thompson 1999). Skor yang tinggi dalam kecenderungan membandingkan penampilan fisik dengan orang lain sepertinya berhubungan dengan skor yang tinggi dalam gangguan pada makan, harga diri, serta ketidakpuasan tubuh (Heinberg & Thompson, 1992 dalam Thompson 1999). Subyek yang membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih similar (seperti teman) menunjukkan kecemasan dan stress yang lebih tinggi disbanding subjek yang membandingkan diri dengan orang lain secara umum, baik perbandingan berupa upward maupun downward.

ALBERT BANDURA

Latar Belakang
Berkenaan dengan teori belajar sosial, menurut bandura, sejak masa kanak-kanaknya, manusia sudah mempelajari berbagai tata cara berperilaku sedemikian rupa, sehingga ia tidak canggung dan serbasalah menghadapi berbagai situasi dan persoalan. Namun berbeda dari teori belajar sebelumnya, bandura mengatakan bahwa manusia tidak perlu mengalami atau melakukan sesuatu terlebih dahulu, sebelum ia mempelajari sesuatu. Manusia dapat belajar hanya dari mengamati atau meniru/ mengimitasi perilaku orang lain.

BIOGRAFI ALBERT BANDURA

            Albert Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925, di Mundara, sebuah kota kecil di Alberta, Kanada. Dia mendapatkan gelar B.A dari University of British Columbia pada tahun 1949, dan gelar Ph.D di psikologi dari University of Lowa tahun 1952. Bandura menikahi Virginia Varns, dan mereka memiliki 2 orang anak. Dia adalah penulis atau editor dari enam buku dan beberapa artikel. Tanda jasanya meliputi beberapa penghargaan ilmuwan terkemuka, dan pemilihan untuk jabatan presiden the American Psychological Association pada tahun 1974.

ISI

3.1 Sejarah
Aliran behaviorisme memandang bahwa perilaku individu dipengaruhi oleh lingkungan. Bagi Bandura, ada dua fenomena penting yang diabaikan oleh aliran behaviorisme. Pertama, Bandura berpendapat manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan menjadi obyek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan hanya dimiliki oleh lingkungan, karena manusia dan lingkungan saling mempengaruhi. Kedua, banyak aspek kepribadian melibatkan interaksi antar individu.
Teori belajar sosial dari Bandura, didasarkan pada konsep saling menentukan (reciprocal determinism), tanpa penguatan (beyond reinforcement), dan pengaturan diri/ berfikir (self-regulation/ cognition).
-          Determinis resiprokal, pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal-balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan tingkah lakunya dengan mengontrol kekuatan lingkungan, tapi juga dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu sendiri. Determinis resiprokal adalah konsep yang penting dalam teori belajar sosial bandura, menjadi pijakan bandura dalam memahami tingkah laku.
-          Tanpa reiforsemen, jika setiap unit respon sosial yang kompleks harus di pilih untuk direinforse satu persatu, bisa jadi orang tidak akan belajar apapun. Reinforsemen penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi bukan satu-satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar hanya dengan mengamati dan mengulang apa yang dilihatnya.
-          Kognisi dan regulasi diri. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri, mempengaruhi tingkah laku dengan cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri.
Asumsi dasar dari teori dan penelitian belajar sosial adalah sebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model.
            Penelitian observasional yang paling terkenal dari bandura adalah penelitiannya ttg pembentukan agresi pada anak2. dalam penelitiannya bandura dan kolega2nya menggunakan sejumlah anak TK sbg subjek penelitian. Anak-anak tersebut kemudian dibagi dalam 4 kelompok, dan masing2 kelompok ditempatkan dalam ruangan yang terpisah serta diberi pertunjukkan atau tontonan berupa film seorang dewasa yang sedang melakukan tindakan agresif memukul sambil membentak-membantak ke arah sebuah boneka. Anak2 kelompk ke-2 diberi tontonan berupa adegan perkelahian dalam film kartun. Pada keompk 3 diberi tontonan berupa adegan dua orang dewasa yang sedang (pura-pura) berkelahi. Pada kelompok 4 diberi tontonan berupa adegan seorang dewasa yang menghadapi sebuah boneka dengan sikap tenang dan nonagresif. Beberapa lama kemudian, semua anak tersebut dibawa kedalam sebuah ruangan yang berisi berbagai permainan, diantaranya boneka2, dan mereka dibiarkan bermain bebas sambil secara diam-diam diamati oleh peneliti. Bandura menemukan bahwa pada saat bermain itu, anak kelompk pertama, 2 dan 3 menunjukkna TL agresif. Dari 3 kelompk anak tersebut, yang paling agresif adalah kelompk 3, yaitu anak-anak yang telah menyaksikan adegan perkelahian nyata, sedang anak-anak kelompk 4 menunjukkan sikap tenang atau nonagresif,seperti TL model yg disaksikan oleh mereka.
            Bandura dan kolega-koleganya menyimpulkan bahwa agresi dapat dipelajari dan terbentuk pada individu hanya dengan meniru atau mencontoh agresi yang dilakukan oleh individu lain atau oleh model yang diamatinya, bahkan meskipun hanya sepintas dan tanpa penguatan. Penemuan bandura dan kolega-koleganya itu memiliki implikasi penting bagi pemahaman pengaruh agresi yang tampil dalam kehidupan sehari-hari ataupun dalam tontonan terhadap pembentukan agresi dikalangan individu pengamat atau penonton, terutama yang masih kanak-kanak atau berusia muda.


3.2 Struktur Kepribadian
Sistem self (self system)
Self diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Sistem self bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungsi-fungsi persepsi, evaluasi dan pengaturan tingkah laku. Pengaturan self tidak otomatis atau mengatur tingkah laku secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari sistem interaksi resiprokal.
Regulasi diri
            manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Menurut Bandura, akan terjadi strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai startegi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Seseorang memotivasi dan membimbing tingkah lakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan keseimbangan, agar dapat memobilisasikan kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Tiga proses yang dapat dipakai unutk melakukan pengaturan diri yaitu: memanipulasi faktor eksternal, memonitor dan mengevaluasi tingkah  laku internal. Tingkah laku manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal itu.
Ø  Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri
            Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, yaitu faktor eksternal yang memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan pengaruh-pengaruh pribadi yang akan membentuk standar evaluasi diri seseorang.   Faktor yang kedua yaitu faktor eksternal yang  mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement).
Ø  Faktor Internal dalam Regulasi Diri
            Faktor eksternal berhubungan dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Tiga bentuk pengaruh internal menurut Bandura:
1.      Observasi diri (self observation): dilakukan berdasarkan faktor kualitas penampilan , kuantitas penampilan, orisinalitas tingkah laku diri. Apa yang diobservasi seseorang tergantung kapada minat dan konsep dirinya.
2.      Proses penilaian atau mengadili tingkah laku (judgmental proses): yaitu melihat kesesuaian tingkah laku dengan standar pribadi (bersumber dari pengalaman mengamati model), membandingkan tingkah laku dengan norma standar atau dengan tingkah laku orang lain, menilai berdasarkan pentingnya suatu aktivitas, dan memberi atribusi performasi.
3.      Reaksi-diri-afektif (self respon), berdasarkan pengamatan dan jugment, orang mengevalasi diri sendiri positif atau negatif. Reaksi afektif bisa tidak muncul, karena fungsi kognitif membuat keseimbangan yang mempengaruhi evaluasi positif atau negatif menjadi kurang bermakna secara individual.

 Efikasi Diri (Self Effication)
Bandura menyebutkan keyakinan atau harapan diri sebagai efikasi diri, dan harapan  hasilnya disebut ekspektasi hasil.
1.      Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (Self effication-efficacy expectaion), adalah persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu. Berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diinginkan.
2.      ekspektasi hasil (Outcome expectation), yaitu perkiraan bahwa tingkah laku yang dilakukan diri  itu akan mencapai hasil tertentu.
Efikasi disini adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan ketentuan.  Efikasi berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai, sedangkan efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri. Orang yang ekspektasi efikasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan diri), orang itu akan bekerja keras dan bertahan mengerjakan tugas sampai selesai.
Ø  Sumber Efikasi Diri
Efikasi diri dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi 4 sumber, yaitu:
1.      Pengalaman performansi (performance accomplishment)
adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah lalu. Performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya, prestasi masa lalu yang baik meningkatkan ekspektasi efikasi, sedangkan yang gagal akan menurunkan efikasi.
2.      Pengalaman vikarius (vicarious experience)
Diperoleh melalui model sosial. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan orang lain, sebaliknya efikasi menurun jika mengamati orang yang kemampuanya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal.
3.      Persuasi sosial (social persuation)
Dampak dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat mempengaruhi efikasi diri.
4.      Keadaan emosi
Keadaan emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa terjadi peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan efikasi diri. 

Ø  Efikasi Diri Sebagai Prediktor Tingkah laku
Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah hubungan timbal balik antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting. Yang bila digabung dengan tujuan-tujuan spesifik spesifik dan pemahaman mengenai prestasi, akan menentukan tingkah laku baru. Setiap individu mempunyai efikasi diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda tergantung pada:
  1. kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.
  2. kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu
  3. keadaan fisiologis dan emosional (kelelahan, kecemasan, apatis, murung)
efikasi tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku:
Efikasi
Lingkungan
Prediksi hasil tingkah laku
Tinggi
Responsif
Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya
Rendah
Tidak responsif
Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggapnya sulit
Tinngi
Tidak responsif
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan
Rendah
Responsif
Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu

Efikasi Kolektif (collective efficacy)
            Yaitu keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan perubahan sosial tertentu. Bandura berpendapat, orang berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi juga melalui efikasi kolektif. Misalnya, dalam bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri yang tinggi untuk berhenti merokok, tetapi mungkin memiliki efikasi kolektif yang rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja, dan penyakit infeksi. Kedua efikasi ini kolektif bersama-sama saling melengkapi untuk mengubah gaya hidup manusia.

3.3 Dinamika Kepribadian
            Menurut bandura, motivasi adalah konsep kognitif yang mempunyai dua sumber, gambaran hasil pada masa yang akan datang, dan harapan keberhasilan didasarkan pada pengalamanantara menetapkan dan mencapai tujuan. Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab belajar. Namun orang juga dapat belajar dengan beberapa reinforcement:
-          penguatan vikarius (vicarious reinforcement): mengamati orang lain yang mendapat penguatan, membuat orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi seperti orang itu.
-          Penguatan yang ditunda (expectation reinforcement): orang terus menerus berbuat tanpa mendapat penguatan, karena yakin akan mendapat penguatan yang sangat memuaskan pada masa yang akan datang.
-          Tanpa penguatan (beyond reinforcement): belajar tanpa ada reinforsemen sama sekali.
Ekspentasi penguatan dapat dikembangkan dengan mengenali dampak dari tingkah laku orang lain yang ada di lingkungan sosial, dan menghukum tingkah lakunya sendiri. Orang mengembangkan standar pribadi berdasarkan standar sosial melalui interaksinya dengan orang tua, guru, dan teman sebaya. Dalam peneliltian ditemukan, anak-anak yang diberi reward untuk pencapaian yang relatif rendah akan tumbuh dan mengembangkan self reward yang murah dibanding anak yang standar pencapaiannya tinggi. Begitu pula anak yang mengamati model yang diganjar pada standar pencapaian yang rendah akan menjadi orang dewasa yang murah dalam mengganjar diri sendiri dibanding anak yang mengamati model dengan standar ganjaran tinggi.

3.3 Perkembangan kepribadian
Ø  Belajar Melalui Observasi
Menurut Bandura kebanyakan orang belajar terjadi tanpa reinforsemen yang nyata. Dalam penelitiannya, ternyata orang dapat dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang yang dipelajari itu, danmodel yang diamati juga tidak mendapat reinforsemen dari tingkah lakunya. Belajar melalui observasi jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi orang dapat memperoleh respon yang sangat banyak, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan.
Ø  Peniruan (modelling)
Inti dari belajar melalui observasi adalah modelling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak tepat untuk mengganti kata modelling, karena modelling bukan sekedar menirukan atau mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain), tetapi modelling melibatkan penambahan dan atau pengurangan tingkah laku yang teramati, menggenaralisir berbagai pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif.
Ø  Modelling tingkah laku baru
Melalui modelling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Stimulus berbentuk tingkah laku model ditransformasi menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasi menjadi simbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti.
Ø  Modelling mengubah tingkah laku lama
Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak diterima secara sosisl dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingka laku yang tidak diterima secara sosial. Tergantung apakah tingkah laku model itu diganjar atau dihukum.
Ø  Modelling simbolik
Sebagian besar modelling tingkah laku berbentuk simbolk. Film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku.
Ø  Modelling kondisioning
Modelling ini banyak dipakai untuk mempelajari respon emosional. Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional yang mendapat penguatan.

Menurut bandura, terdapat empat proses yang satu sama lain berkaitan, diantaranya:
Pertama, proses atensional, yakni proses yang mendorong minat individu untuk memperhatikan atau mengamati TL model. Proses ini dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran model dan karakteristik yang dimilikinya. Model yang sering tampil dan memiliki karakteristik yang menarik dimata individu pengamat, atau memiliki pengaruh atas individu pengamat, lebih mudah mendatangkan perhatian individu pengamat itu dibanding dengan model yang jarang tampil, tidak menarik atau tidak memiliki pengaruh.
Kedua, proses retensi, yaitu proses saat individu pengamat menyimpan TL model yang telah diamatinya dalam ingatannya, baik melalui kode verbal maupun kode imajinal atau pembayangan gerak. Kedua kode penyimpanan itu memainkan peranan penting dalam proses berikutnya, yakni proses reproduksi.
Ketiga, proses reproduksi, yaitu proses saat individu pengamat mencoba mengungkap ulang TL model yang telah diamatinya, pengungkap ulangan atau reproduksi TL model ini pada mulanya bersifat kaku dan kasar, tetapi dengan pengulangn yang insentif, lambat-laun individu bisa mengungkapkan TL model itu dengan sempurna atau setidaknya mendekati TL model.
Keempat, proses motivasional dan penguatan. TL yang telah diamati tidak akan diungkapkan oleh individu pengamat apabila ia kurang termotivasi. Seperti teori belajar pada umunya, bandura percaya bahwa penguatan positif bisa memotivasi individu kearah pengungkapan TL, dalam hal ini TL yang telah diamati. Disamping itu, penguatan juga memengaruhi proses atensional individu. Artinya, individu lebih tertarik untuk mengamati dan mencontoh TL yang menghasilkan penguatan yang besar dibanding denga TL yang menghasilkan penguatan yang kecil.

Dampak belajar
            Konsekuensi dari suatu respon mempunyai tiga fungsi:
  1. pemberi informasi: memberi informasi mengenai dampak dari tingkah laku, informasi ini dapat disimpan untuk dipakai membimbing tingkah laku pada masa yang akan datang.
  2. memotivasi tingkah laku yang akan datang: menyajikan data sehingga orang dapat membayangkan secara simbolik hasil tingkah laku yang akan dilakukannya, dan bertingkah laku sesuai dengan peramalan-peramalan yang dilakukannya.
  3. penguat tingkah laku: keberhasilan akan menjadi penguat sehingga tingkah laku menjadi berpeluang diulangi, sebaliknya kegagalan akan membuat tingkah laku cenderung tidak diulang.

MASALAH SOSIAL

            Remaja yang pada saat masih kesil dulu ia pernah digigit oleh seekor kucing, ia menjadi takut setiap ada kucing di sekitarnya. Meskipun sebenarnya kucing itu tidak mengganggu. Ia menjadi fobia terhadap kucing. Akan tetapi lama kelamaan di setiap tempat ia sering melihat kucing, dan kebanyakan orang-orang yang dekat dengannya tidak terganngu dengan kucing. ia bahkan melihat ada orang yang memberi makan kucing, memelihara kucing, dan sangat menyukai hewan itu. Lalu ia mencoba untuk menghilangkan rasa takutnya terhadap kucing dengan cara meniru orang-orang yang tidak takut pada kucing. mulai dari bersikap tenang saat ada kucing lewat, kucing masuk ke bawah kursi, mulai mendekati kucing dengan mengelus bulu, dsb. Sampai pada akhirnya ia terbiasa melihat kucing dan menyadari tidak akan terjadi apa-apa. Remaja tidak hanya meniru orang-orang terdekatnya saja, melainkan karena ia tahu hampir semua orang yang berada disekitarnya tidak merasa takut dengan kucing. hal ini menunjukkan bahwa seorang penakut dapat mengubah rasa takutnya dengan melihat model yang tanpa rasa takut berinteraksi dengan hal yang ditakutkan itu.

KESIMPULAN

Bandura menyatakan ada dua fenomena perilaku individu yang dipengaruhi oleh lingkungan. Pertama, Bandura berpendapat manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan menjadi obyek pengaruh lingkungan. Sifat kausal bukan hanya dimiliki oleh lingkungan, karena manusia dan lingkungan saling mempengaruhi. Kedua, banyak aspek kepribadian melibatkan interaksi antar individu. Asumsi dasar dari teori dan penelitian belajar sosial adalah sebagian besar tingkah laku individu diperoleh sebagai hasil belajar melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku yang ditampilkan oleh individu-individu lain yang menjadi model.
Struktur kepribadian dari Bandura:
-          sistem self
-          regulasi diri, ada 3 proses:
o   memanipulasi faktor eksternal
o   memonitor tingkah laku internal
o   mengevaluasi tingkah laku internal
-          faktor eksternal dalam regulasi diri
-          faktor internal dalam regulasi diri, terdiri dari self observation, judgmental process, self response.
-          Efikasi diri
-          Efikasi kolektif
Dinamika kepribadian
Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab belajar. Namun orang juga dapat belajar dengan beberapa reinforcement:
-          penguatan vikarius (vicarious reinforcement)
-          Penguatan yang ditunda (expectation reinforcement)
-          Tanpa penguatan (beyond reinforcement):

TAHAPAN SENSORIMOTOR PIAGET


TAHAPAN SENSORIMOTOR PIAGET

Tahapan Sensorimotor Piaget berlangsung dari kelahiran hingga kira-kira usia 2 tahun. Selama masa ini, perkemabangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan tindakan-tindakan fisik. Oleh karena itu, namanya sensorimotor (Piaget, 1952).
Pada permulaan tahap sensorimotor, bayi memiliki lebih dari sekedar refleks yang digunakannya untuk bekerja. Pada akhir tahap ini, anak berusia 2 tahun memiliki pol-pola sensorimotor yang kompleks dan mulai berkomunikasi dengan suatu sistem simbol yang primitif. Tidak seperti tahap-tahap lain, tahap sensorimotor dibagi lagi ke dalam enam subtahap. Di dalam suatu tahap tertentu, mungkin ada skema yang berbeda, seperti menghisap, mencari dan mengejapkan mata pada subtahap 1. Pada subtahap 1, skema pada dasarnya bersifat refleksif. Dari subtahap ke subtahap, skema yang terbentuk berubah. Perubahan inilah yang menjadi inti tahapan-tahapan Piaget. Keenam subtahap perkembangan sensorimotor adalah:
1.             Refleks Sederhana (simple reflexs)
Refleks sederhana adalah subtahap sensorimotor pertama Piaget, yang terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran. Pada subtahap ini, alat dasar koordinasi sensasi dan aksi ialah melalui perilaku refleksif, seperti mencari dan menghisap yang dimiliki bayi sejak kelahiran. pada subtahap 1, bayi melatih seluruh refleks ini. Yang lebih penting, bayi mengembangkan suatu kemampuan untuk menghasilkan perilaku yang menyerupai refleks dalam ketiadaan rangsang refleksif yang jelas. Bayi dalam tahap ini dapat langsung menghisap botol atau puting jika didekatkan. Ketika bayi baru saja lahir, botoll atau puting akan segera diisap hanya bila ditempatkan secara langsung di mulutnya atau disentuhkan ke bibirnya. Tindakan yang mirif refleks dalam ketiadaan suatu rangsangan merupakan bukti bahwa bayi sedang memulai tindakan dan secara aktif menstrukturisasi pengalaman dalam bulan pertama kehidupan.
2.             Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer (first habits and primary circular reactions).
Kebiasaan-kebiasaan pertama dan reaksi sirkuler primer (first habits and primary circular reactions) adalah subtahap sensorimotor kedua dari Piaget, yang berkembang antara usia 1 dan 4 bulan. Pada subtahap ini, bayi belajar mengkoordinasikan sensasi dantipe skema atau struktur, yaitu kebiasaan-kebiasaan dan reaksi-reaksi sirkuler primer. Suatu kebiasaan adalah suatu skema yang didasarkan atas satu refleks yang sederhana seperti menghisap, yang sama sekali telah menjadi terpisah dari rangsangan yang mendatangkannya. Misalnya, seorang bayi pada subtahap 1 akan menghisap bila puting atau botol disentuh ke bibirnya atau ditempatkan secara langsung di mulutnya hal itu secara oral dan secara visual ada botol yang disentuhkan atau puting. Sedangkan pada tahap ini, bayi dapat melatih skema isapan bahkan bila tidak ada botol muncul.
Reaksi sirkuler primer (primary circular reaction) ialah suatu skema yang didasarkan pada suatu usaha bayi untuk memproduksi suatu peristiwa yang menarik atau menyenangkan yang pada mulanya terjadi secara kebetulan. Dalam suatu contoh Piaget yang populer, seorang anak secara kebetulan menghisap jarinya ketika jarinya ditempatkan di dekat mulutnya, kemudian ia mencari jatinya untuk dihisap lagi, tetapi jarinya “tidak bekerja sama” dalam pencarian karena bayi tidak dapat mengkoordinasikan tindakan visual dan tindakan manual. Dalam tahapan ini kebiasaan-kebiasaan dan reaksi-reaksi sirkuler distereotipekan, dalam arti bayi mengulang-ulang kebiasaan dan reaksi itu dengan cara yang sama setiap saat. Tubuh bayi itu sendiri merupakan pusat perhatian dan tidak ada unsur-unsur lain dari luar lingkungan bayi.

3.             Reaksi sirkuler sekunder (secondary circular reaction).
Reaksi ini adalah subtahap sensotimotor ketiga Piaget, yang berkembang antara usia 4 bulan samapi 8 bulan. Pada subtahap ini, bayi semakin berorientasi dan berfokus pada benda di dunia, yang bergerak di dalam keasyikan dengan diri sendiri dalam interaksi sensorimotor. Kesempatan mengoyang-goyangkan mainan bayi yang berbunyi kertak-kertak, dapat menakjubkan bayi dan bayi akan mengulangi tindakan ini dalam rangka mengalami ketakjuban. Bayi meniru beberapa tindakan sederhana orang lain, seperti berbicara atau menarik orang dewasa dan beberapa gerakan fisik. Akan tetapi, imitasi ini terbatas pada tindakan-tindakan yang sudah dapat dihasilkan oleh bayi itu. Walaupun diarahkan kepada benda-benda di dunia, skema bayi kekurangan suatu kualitas yang direncanakan atua disengaja, yang diarahkan kepada tujuan.

4.             Koordinasi reaksi sirkuler (coordination of secondary circular reaction).
Koordinasi reaksi sirkuler ialah subtahap sensotimoror keempat Piaget, yang berkembang antara usia 8 bulan sampai 12 bulan. Pada subtahap ini, beberapa perubahan yang signifikan berlangsung yang meliputi koordinasi skema dan kesengajaan. Bayi dapat mengkombinasikan ulang skema yang telah dipelajari sebelumnya dengan cara yang terkoordinasi. Bayi dapat melihat pada suatu benda dan menggenggamnay secara serentak atau secara visual memeriksa suatu mainan, seperti mainan bayi yang kalau digoyang-goyangkan berbunyi kertak-kertak dan menyentuhnya secara serentak. Tindakan-tindakannya kini bahkan lebih terarah di luar dirinya dibandingkan dengan sebelumnya. Berkaitan dengan koordinasi ini adalah pencapaian kedua adanya kesengajaan, pemisahan cara dan tujuan dalam melaksanakan perbuatan yang sederhana. Misalnya, bayi dapat menggunakana suatu tongkat untuk meraih suatu maianan yang diinginkan di dalam jangkauan tertentu. Bayi dapt menabrak satu balok untuk meraih dan bermain dengan balok itu.

5.             Reaksi sirkuler tersier, kesenangan atas sesuatu yang baru dan keingintahuan (tertiary circular reactions, novelty and curiosity).
Reaksi ini adlaah subtahap sensorimotor kelima Piaget, yang berkembang anatara usia 12 bulan sampai 18 bulan. Pada subtahap ini, bayi semakin tergugah mintanya oleh berbagai hal yang ada pada benda-benda dan oleh bnayaknya hal yang dapat mereka lakukan panda benda-bende tersebut. Balok dapat dibuat jatuh, berputar, menabrak benda lain, berputar diatas tanah dan lain-lain. Teraksi sirkuler tersier adalah skemaa dimana bayi dengan tujuan tertentu menjelajahi kemungkinan-kemungkinan baru pada benda-benda dan terus menerus mengubah apa yang dilakukan terhadap benda-benda itu dan mengamati hasilnya. Piaget mengatakan bahwa tahap ini menandai titik awal perkembangan bagi keingintahuan dan minat manusia pada sesuatu yang baru. Reaksi-reaksi sirkuler yang terjadi pada tahap sebelumnya lebih diarahkan secara eksklusif untuk memproduksi peristiwa-peristiwa yang dialami bayi, tanpa ada imitasi tindakan-tindakan baru, yang baru mulai terjadi pada subtahap 4.

6.             Internalisasi skema (internalization of schemes).
Internalisasi skema adalah subtahap sensorimotor keenam Piaget, yang berkembang antara usia 18 bulan samapai 24 bulan. Pada subtahap ini, fungsi mental bayi berubah dari suatu taraf sensorimotor murni menjadi suatu taraf simbolis dan bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk menggunakan simbol-simbol primitif. Bagi Piaget, simbol ialah representasi peristiea yang dialami bayi melalui sensori gambar atau kata yang terinternalisasi dalam dirinya. Simbol-simbol primitif memungkinkan bayi memikirkan peristiwa-peristiwa konkret tanpa secara langsung melakukan atau melihatnya. Selain itu, simbol memungkinkan bayi untuk memanipulasi dan mentrasformasikan peristiwa-peristiwa yang ditampilakan dengan cara yang sederhana. Dalam suatu contoh, putri kecil Piaget melihat suatu kkotak korek api sedang dibuka dan ditutup, suatu hari kemudian ia meniru peristiwa tersebut dengan membuka dan menutup mulutnya. Ini merupakan ekspresi yang jelas tentang gambarannya terhadap peristiwa tersebut.


·           Rencananya teori ini akan di aplikasikan di sebuah Play and School Gymbore, dengan subjek penelitian adalah bayi usia 0-2 tahun, sesuai dengan tahapan perkembangan sensorimotor Piaget.
·           Mengapa saya menggunakan teori ini? karena, saya akan meneliti atau mengamati stimulasi yang diberikan oleh Play and School itu kepada anak usia 0-2 tahun. Sehingga saya menggunakan teori kognitif Piaget pada tahapan sensorimotor, dimana teori tersebut menjelaskan sensasi dan tindakan motorik bayi setelah kelahiran sampai usia 2 tahun.