Seorang ahli yang akan
digunakan dalam penelitian tentang konsep diri adalah William H. Fitts,
memberikan pengertian mengenai konsep diri sebagai berikut:
“…the self as seen,
perceived and experienced by him. This is the perceived self or the
individual’s self concept.”(Fitts, 1971:3)
Konsep
diri adalah sebagaimana diri dipersepsikan, diamati, serta dialami oleh
individu. Konsep diri merupakan susunan pola persepsi yang terorganisir.
Fitts (1971)
meninjau konsep diri secara fenomenologis yaitu bahwa diri (self) atau konsep diri merupakan aspek
penting dalam diri sesesorang, karena konsep diri merupakan kerangka acuan (frame of reference) dalam berinteraksi
dengan lingkungan. Fitts juga
menambahkan jika individu mempersepsikan diri, bereaksi terhadap dirinya, maka
hal ini menunjukan suatu kesadaran diri (self
awareness) dan kemampuan untuk keluar dari diri sendiri, hal ini
sebagaimana dilakukan terhadap obyek-obyek lain dilingkungannya.
Terdapat beberapa pengertian konsep diri
dari para ahli antara lain :
·
“The
self is the individual as know to the individual (Murphy;dalamBurns, 1947)
Konsep
diri adalah gambaran diri yang yang diketahui oleh dirinya.
·
“Organized
congfiguration of perception of self as those perceptions, beliefs, feelings,
attitudes, and value which the individual views as part or characteristics of
himself”. (Rogers, dalam
Burns, 1963)
Konsep
diri adalah gambaran diri yang diketahui oleh dirinya, diorganisasikan melalui
persepsi mengenai dirinya, keyakinan, perasaan, sikap dan nilai yang di pandang
individu sebagai bagian dari karekteristiknya.
Dengan demikian konsep diri merupakan persepsi
individu terhadap dirinya sendiri, yang meliputi gambaran, penilaian serta
keyakinan terhadap dirinya sendiri secara menyeluruh. Di dalam konsep diri
bukan hanya berisi gambaran mengenai diri, tetapi juga terdapat kandungan
evaluasi serta emosi-emosi mengenai diri.
2.1.2. Dimensi
–Dimensi Konsep Diri
Menurut Fitts (1971), konsep diri ini terbagi menjadi 2 dimensi
pokok yaitu
- Dimensi internal
adalah keseluruhan penghayatan pribadi sebagai
kesatuan yang unik. Penilaian diri berdasarkan dimensi internal ini
meliputi penilaian seseorang terhadap identitas dirinya, kepuasan diri dan
tingkah lakunya. Dimensi ini
terdiri dari 3 bentuk:
a.
Diri identitas
( identity self)
Diri sebagai
identitas merupakan aspek dasar dari konsep diri. Dalam diri identitas,
terkumpullah seluruh label dan symbol yang dipergunakan seseorang untuk
menggambarkan dirinya yang didasarkan pada pertanyaan : “Siapakah saya?”. Label
yang melekat pada diri seseorang dapat berasal dari orang lain atau orang itu
sendiri. Semakin banyak label yang dimiliki seseorang, maka semakin
terbentuklah orang itu untuk mencari jawaban tentang identitas dirinya.
Diri identitas
dapat mempengaruhi cara seseorang berinteraksi dengan lingkungan dan juga
dengan dirinya sendiri. Dengan demikian, diri identitas mempunyai hubungan
dengan diri pelaku dan hubungan ini umumnya berlaku timbal balik, seperti yang
dikemukakan oleh Fitts (1971).
b.
Diri perilaku
(behaviour self)
Diri pelaku
merupakan persepsi seseorang terhadap tingkah lakunya atau caranya bertindak,
yang terbentuk dari suatu tingkah laku biasanya diikuti oleh konsekuensi-konsekuensi
dari luar diri, dari dalam diri sendiri atau dari keduanya. Konsekuensi
menentukan apakah suatu tingkah laku cenderung dipertahankan atau tidak.
Disamping itu juga menetukan apakah tingkah laku tersebut akan diabstraksikan,
disimbolisasikan dan dimasukkan kedalam diri identitas seseorang. Contohnya,
seorang anak kecil mempunyai dorongan untuk berjalan. Ketika ia bisa berjalan
ia merasa puas, dan lama kelamaan kemampuan berjalan serta kesadaran bahwa ia
bisa berjalan merupakan label baru yang ada dalam diri identitasnya. Tindakkan
berjalan itu sendiri merupakan bagian dari diri pelakunya.
c.
Diri
penerimaan atau penilaian ( judging self )
Penilaian diberikan terhadap label-label
yang ada dalam identitas diri pelaku secara terpisah, contohnya, seseorang
menggambarkan dirinya tinggi dan kuat (identitas diri); selain itu gambaran
diri juga disertai perasaan suka atau tidak suka terhadap bentuk tubuhnya.
Seseorang merasa tegang dan letih (diri pelaku); ia juga memikirkan apakah
perasaannya baik atau tidak. Selain itu, penilaian juga dapat diberikan kepada
kedua macam bagian diri sekaligus. Misalnya, seseorang berkata, saya melakukan
ini dan saya nakal”. Hal ini berarti orang tersebut memberikan label secara
keseluruhan dirinya, bukan terhadap tingkah laku tertentu. Atau orang itu bisa
juga mengatakan, “saya melakukan ini, tetapi saya bukan orang yang biasa
berbuat demikian”. Hal ini berarti bahwa orang itu tidak setuju dengan tingkah
lakunya.
- Dimensi eksternal
Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya
melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya serta
hal-hal diluar dirinya dimensi ini merupakan suatu hal yang luas, misalnya diri
berkaitan dengan sekolah, organisasi, agama dan sebagainya. Dimensi ini
dibedakan atas 5 bentuk yaitu:
a.
Diri Fisik (Physical self), merupakan persepsi seseorang terhadap keadaan
fisik, kesehatan, penampilan diri dan gerak motoriknya.
b.
Diri Moral-Etik (Moral-Ethic self), merupakan persepsi seseorang tentang dirinya
ditinjau dari standar pertimbangan nilai-nilai moral dan etika. Hal ini seperti
bagaimana hubungan orang tersebut dengan Tuhan, rasa puas seseorang terhadap
kehidupan beragamanya, nilai-nilai moral yang dianutnya, dan perasaan sebagai
orang jahat atau orang baik.
c.
Diri Personal (Personal self), merupakan perasaan individu terhadap nilai-nilai
pribadi, terlepas dari keadaan fisik dan hubungannya dengan orang lain dan
sejauhmana ia merasa adekuat sebagai pribadi.
d.
Diri Keluarga (Family self), merupakan perasaan dan harga diri seseorang sebagai
anggota keluarga dan teman-teman dekatnya. Sejauhmana dirinya merasa adekuat
sebagai anggota keluarga dan teman-teman.
e.
Diri Sosial (Social self), merupakan penilaian seseorang terhadap dirinya dalam
berinteraksinya dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas.
2.1.3.
Perkembangan
Konsep Diri
Menurut William H. Fitts
(1971), Konsep
diri seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut :
a. Pengalaman
yang diperoleh dalam kehidupan, karena konsep diri adalah hasil dari sebuah
interaksi individu dengan lingkungannya, maka pengalaman interpersonal
merupakan faktor yang paling penting bagi perkembangan konsep diri seseorang.
b. Kompetensi
dalam bidang tertentu, mengenai kemampuan individu yang ditampilkan sehingga
mendapatkan penghargaan atau pengakuan dari orang lain.
c. Aktualisasi
diri, realisasi dari potensi-potensi fisik maupun psikologis yang ada pada diri
individu untuk mencapai tujuannya.
Perkembangan konsep diri merupakan proses yang
berlanjut disepanjang kehidupan manusia. Fitts (1971) mengatakan bahwa persepsi
tentang diri tidak muncul pada saat kelahiran tetapi mulai berkembang secara
bertahap dengan munculnya kemampuan persepsi. Diri (self) berkembang ketika individu merasakan berbeda dengan orang
lain. Ketika ibu mulai dikenali sebagai seorang yang terpisah dari dirinyadan
ia mulai mengenali wajah-wajah orang lain, seorang bayi membentuk pandangan yang
kabur tentang dirinya sebagai seorang individu.
Pada usia 6 sampai 7 bulan, batas- batas dari diri
individu mulai menjadi lebih jelas sebagai hasil dari eksplorasi dan pengalaman
dengan tubuhnya sendiri. Selama periode awal kehidupan, konsep diri individu
sepenuhnya didasari oleh persepsi individu tentang dirinya. Kemudian dengan
bertambahnya usia, pandangan tentang diri ini menjadi lebih banyak didasari
oleh nilai- nilai yang diperoleh dari interaksi dengan orang lain.
Selama masa anak-anak sampai remaja mengindentifikasikan
diri pada keadaan di lingkungan, remaja mulai meniru bentuk-bentuk tingkah laku
kelompok teman sebaya . Pada akhir masa remaja, konsep diri mulai cenderung
menetap dan mulai usia 25-30 tahun biasanya konsep diri orang dewasa tidak mengalami
perubahan lagi kecuali ia mengalami sesuatu hal yang penting yang berpengaruh
pada kehidupannya
2.1.4. Hal-Hal Yang Mempengaruhi Konsep
Diri
Menurut Hurlock
(1999) pada masa remaja terdapat delapan kondisi yang mempengaruhi konsep diri
yang dimilikinya, yaitu:
1. Usia
kematangan
Remaja yang matang
lebih awal dan diperlakukan hampir seperti orang dewasa akan mengembangkan
konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik.
Tetapi apabila remaja matang terlambat dan diperlakukan seperti anak-anak akan
merasa bernasib kurang baik sehingga kurang bisa menyesuaikan diri.
2. Penampilan
diri
Penampilan diri yang
berbeda bisa membuat remaja merasa rendah diri. Daya tarik fisik yang dimiliki
sangat mempengaruhi dalam pembuatan penilaian tentang ciri kepribadian seorang
remaja.
3. Kepatutan
seks
Kepatutan seks dalam
penampilan diri, minat dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang
baik. Ketidak patutan seks membuat remaja sadar dari dan hal ini memberikan
akibat buruk pada perilakunya.
4. Nama
dan julukan
Remaja peka dan merasa
malu bila teman-teman sekelompoknya menilai namanya buruk atau bila mereka
memberi nama dan julukan yang bernada ejekan.
5. Hubungan
keluarga
Seorang remaja yang
memiliki hubungan yang dekat dengan salah satu anggota keluarga akan
mengidentifikasikan dirinya dengan orang tersebut dan juga ingin mengembangkan
pola kepribadian yang sama.
6. Teman-teman
sebaya
Teman sebaya
mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri
remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang
dirinya dan yang kedua, seorang remaja berada dalam tekanan untuk mengembangkan
ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
7. Kreativitas
Remaja yang semasa
kanak-kanak didorong untuk kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas
akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi
pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa
kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui akan kurang mempunyai
perasaan identitas dan individualitas.
8. Cita-cita
Bila seorang remaja tidak memiliki
cita-cita yang realitik, maka akan mengalami kegagalan. Hal ini akan
menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana remaja
tersebut akan menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realitas
dalam kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan.
Hal ini akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar
yang memberikan konsep diri yang lebih baik.
SUMBER :
Burns, R. B. (1993). Konsep Diri (Teori Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku). Jakarta. Arcan.
Fitts, H. William. (1971). The Self Concept and Self Actualization, Los Angeles, California.
SUMBER :
Burns, R. B. (1993). Konsep Diri (Teori Pengukuran, Perkembangan dan Perilaku). Jakarta. Arcan.
Fitts, H. William. (1971). The Self Concept and Self Actualization, Los Angeles, California.
whhaa... bagus banget.. materinya sesuai dengan yg dicari..
BalasHapuskaka boleh minta referensinya???..
ya boleh, silahkan hehehehehehehe
BalasHapusmau tanya..
BalasHapusteoriny william fitt ini dari mana y referensinya..
sedang kesulitan mncari referensi ttg william fitt mas..
makasii sebelumnya.. :)
by yukha
maaf mau tanya..
BalasHapusteorinya william fitt ini dari mana y referensinya atau bukunya?
daftar pustakanya klo ada.. makasih
Slmt malam, maaf mau bertanya adakah yang mempunyai referensi brpa jurnal/buku dari konsep diri, lebih bgs lgi kalau pnya jurnal dri konsep diri. terima kasih
BalasHapus