2.1.1 Pengertian Self Esteem
Istilah self esteem sering digunakan para ahli
untuk menandakan bagaimana seseorang mengevaluasi dirinya. Evaluasi ini akan
memperlihatkan bagaimana penilaian individu tentang penghargaan terhadap dirinya,
percaya bahwa dirinya memiliki kemampuan atau tidak, adanya pengakuan
(penerimaan) atau tidak. Definisi self
esteem menurut Coopersmith (1967:
4-5) :
“ Self esteem we refer to the evaluation which the individual makes and
customarily maintains with regard to himself : it expresses an attitude of
approval or disapproval, and indicates the extent to which the individual
believes himself to be capable, significant, successful and worthy. In short,
self esteem is a personal judgment of worthiness that is expressed in the
attitudes the individual holds toward himself ”.
Self esteem merupakan evaluasi yang
dibuat individu dan kebiasaan memandang dirinya terutama mengenai sikap
menerima atau menolak, dan indikasi besarnya kepercayaan individu terhadap
kemampuannya, keberartian, kesuksesan dan keberhargaan. Secara singkat self esteem adalah “personal judgment” mengenai perasaan berharga atau berarti yang di
ekspresikan dalam sikap-sikap individu terhadap dirinya.
2.1.2 Proses
Pembentukan Self- Esteem
Self-esteem menurut Brisset (1972), mencakup dua proses
psikologi mendasar yaitu :
1.
Proses dari evaluasi diri (self-evaluation)
2.
Proses dari penghargaan diri (self –worth)
Ada tiga
faktor utama yang berhubungan dengan self-evaluation
yaitu :
1.
Perbandingan self-image dengan ideal image
yaitu perbandingan gambaran diri dari keadaan diri yang seseorang kenal
atau kenyataan yang dirasakan dan gambaran diri yang seseorang inginkan. Self-image individu berkenaan dengan
karakteristik fisik dan mentalnya. Proses perkembangan self-image telah ditunjukan Cooley,
1974 (dalam Coopersmith, 1967)
sebagai gambaran diri individu yang dimiliki individu melalui interaksinya
dengan lingkungannya. Individu mendapat feed
back dan pengesahan mengenai perilakunya dari orang-orang sekitarnya.
Interpretasi yang dilakukan oleh seseorang terhadap penilaian lingkungan akan
mempengaruhi dan membentuk self-esteem. Ideal-self
adalah suatu set interpretasi dari
individu sebagai pernyataan akan keinginan-keinginan dan aspirasi-aspirasi
sebagai bagian dari kebutuhannya.
Individu yang dapat berbuat sesuatu dengan
standar-standar mereka dan menyadari aspirasi-aspirasi mereka sehingga akan
berkembang menjadi orang dengan perasaan self-esteem
yang tinggi. Sedangkan individu yang mendapatkan bahwa mereka tidak memiliki
sifat-sifat yang dikehendakinya oleh cita-cita mereka, tidak menyadari
kapasitasnya dan bersikap tidak realistis terhadap kehidupannya dan mudah
merasakan ketidakpuasan, kemungkinan
besar akan memiliki perasaan self-esteem yang rendah.
2.
Internalisasi dari sociaty’s judgement. Dalam pengertian ini self-evaluation ditentukan oleh keyakinan-keyakinan individu
mengenai bagaimana orang lain mengevaluasi dirinya. Disini individu menilai
dirinya sendiri sejak ia berinteraksi dengan lingkungannya. Standar nilai yang
terinternalisasikan menjadi suatu kendala tingkah laku yang diperoleh dari
lingkungan sosial sesuai dengan tahap perkembangan.
3.
Evaluasi terhadap kesuksesan dan
kegagalan dalam melakukan sesuatu sebagai bagian dari identitas diri, hal ini
tidak hanya individu melakukan sesuatu dari apa yang membuat dirinya merasa berarti
tetapi juga secara sosial, hal ini memberikan suatu kekuatan yang dapat
meningkatkan rasa penghargaan terhadap
diri. Pola ini terjadi dari penyesuaian individu dengan adanya
kebutuhan-kebutuhan dalam diri individu terhadap struktur sosial, hal ini akan
memuaskan individu.
Proses
psikologis kedua yaitu self-worrth,
adalah perasaan bahwa diri atau self
itu penting dan efektif serta melibatkan pribadi yang sadar akan diri sendiri. Self-worth ini akan lebih mendasar dari self-evaluation karena melibatkan suatu
pandangan dari diri seseorang dalam menguasai suatu tindakannya, perasaan
kompetisi yang muncul dalam diri (intrinsik) tidak sekedar bergantung pada
lingkungan atau pandangan yang bersifatnya eksternal. Masing-masing proses
tersebut saling melengkapi satu sama lain.
Brisset, 1972 (dalam Coopersmith, 1967) menyatakan bahwa self-worth lebih mendasar pada diri
manusia dari pada self-evaluation.
Proses pembentukan self-esteem
tidak selalu berjalan mulus tanpa hambatan. Terdapat beberapa faktor yang
menghambat pertumbuhan self-esteem. Menurut
Nathaniel Braden, 1969 (dalam Coopersmith, 1967) hal-hal yang dapat menghambat pembentukan self esteem adalah :
·
Perasaan takut
Dalam kehidupan
sehari-hari kita harus menempatkan diri di tengah-tengah kenyataan. Cara
menempatkan diri ini berbeda bagi setiap individu. Ada yang menghadapi
fakta-fakta kehidupan dengan penuh keberanian akan tetapi ada juga yang
menghadapi dengan perasaan yang tidak berdaya. Pangkal dari pada perasaan tidak
berdaya ini adalah negatif terhadap dirinya sehingga individu hidup dalam
ketakutan. Ketakutan ini akan mempengaruhi alam perasaan individu, sehingga
akan mengganggu keseimbangan alam emosinya, dan dalam keadaan emosi yang labil,
individu tidak dapat berfikir secara wajar, segala sesuatu diluar dirinya
dipersepsikan secara distorted. Kecemasan
ini akan membuat individu ragu-ragu yang berarti tidak menunjang pembentukan self esteem.
·
Perasaan bersalah
Ada 2
macam perasaan bersalah digolongkan menurut cara individu mengalaminya yaitu :
1.
Perasaan salah karena melanggar nilai-nilai
moral sendiri. Perasaan ini dimiliki individu yang mempunyai pegangan hidup
berdasarkan kesadaran dan keyakinan sendiri. Individu telah menentukan
kriterianya mengenai mana yang baik dan buruk baginya. Jadi individu merasa
bersalah terhadap keyakinan sendirinya.
2.
Individu menghayati kesalahannya sebagai
pelanggaran terhadap nilai-nilai kehidupan yang tidak ditanamkan oleh
orang-orang penting dalam kehidupannya. Apabila anak di didik untuk
mengekspresikan dirinya secara bebas, maka anak akan mengatasi secara represif
yaitu mencoba melupakan, menghilangkannya dalam alam bawah sadar. Rasa bersalah
akan bertambah besar dan lambat laun akan menjelma dalam bentuk kecemasan.
2.1.3 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Self Esteem
Menurut Coopersmith (1967:37-43) self esteem
dalam perkembangannya terbentuk dari hasil interaksi individu dengan lingkungan
dan atas sejumlah penghargaan, penerimaan, dan pengertian orang lain terhadap
dirinya. Berdasarkan teori-teori dan penelitian sebelumya mengarahkan Coopersmith (1967) untuk menyimpulkan 4
faktor utama yang memberi kontribusi pada perkembangan self esteem, yaitu:
1.
Respectful,
penerimaan, dan perlakukan yang diterima individu dari Significant Others.
Significant
Others adalah orang yang penting dan berarti bagi individu,
dimana ia menyadari peran mereka dalam memberi dan menghilangkan
ketidaknyamanan, meningkatkan dan mengurangi ketidakberdayaan. Serta
meningkatkan dan mengurangi keberhargaan diri. Self Esteem bukan merupakan faktor yang dibawa sejak lahir, tetapi
merupakan faktor yang dipelajari dan
terbentuk dari pengalaman individu ketika berinteraksi dengan lingkungan
sosialnya. Dalam berinteraksi tersebut akan terbentuk suatu penilaian atas
dirinya berdasarkan reaksi yang ia terima dari orang lain.
Keluarga
merupakan lingkungan sosial yang pertama bagi anak. Perilaku yang diberikan
orang tua kepada anaknya akan membentuk self
esteem si anak. Jika hubungan orang tua dan anak merupakan hubungan
interpersonal pertama yang dialami memberikan kesan buruk bagi anak, maka hal
tersebut dapat mempengaruhi penilaian dirinya dikemudian hari. Oleh karena itu
orang tua merupakan Significant Others yang
utama dalam perkembangan self esteem anak.
Tetapi self esteem anak belum terbentuk
sepenuhnya terbentuk dan masih dapat berubah. Setelah si anak masuk kepada masa
tengah dan akhir, apalagi setelah memiliki lingkungan sosial (baik di sekolah
maupun di masyarakat), pengaruh kelompok teman sebaya mulai menggantikan peran
orang tua sebagai orang-orang yang berpengaruh terhadap self esteem anak. Pada masa-masa tersebut anak dituntut untuk mampu
berkompetisi dan kompeten untuk mendapat penghargaan dari teman-teman yang akan
mempengaruhi juga terhadap penilaian dirinya. Seseorang yang merasa dirinya
dihormati, diterima dan diperlakukan dengan baik akan cenderung membentuk self esteem yang tinggi, dan sebaliknya seseorang yang
diremehkan, ditolak dan diperlakukan buruk akan cenderung akan membentuk self esteem yang rendah.
2.
Sejarah keberhasilan, status dan posisi
yang pernah dicapai individu.
Keberhasilan, status dan posisi yang
pernah dicapai individu tersebut akan membentuk suatu penilaian terhadap dirinya, berdasarkan dari
penghargaan yang diterima dari orang lain. Status merupakan suatu perwujudan
dari keberhasilan yang diindikasikan dengan pengakuan dan penerimaan dirinya
oleh masyarakat.
3.
Nilai-nilai dan aspirasi-aspirasi.
Pengamalan-pengalaman individu akan
diinterpretasi dan dimodifikasi sesuai dengan nilai-nilai dan aspirasi yang
dimilikinya. Individu akan memberikan penilaian yang berbeda terhadap berbagai
bidang kemampuan dan prestasinya. Perbedaan ini merupakan fungsi dari
nilai-nilai yang mereka internalisasikan dari orang tua dan individu lain yang
signifikan dalam hidupnya. Individu pada semua tingkat self esteem mungkin memberikan standar nilai yang sama untuk
menilai keberhargaannya, namun akan berbeda dalam hal bagaimana mereka menilai
pencapaian tujuan yang telah diraihnya.
4.
Cara individu berespon devaluasi
terhadap dirinya.
Individu
dapat mengurangi, mengubah, atau menekan dengan kuat perlakuan yang merendahkan
diri dari orang lain atau lingkungan, salah satunya adalah ketika individu
mengalami kegagalan. Pemaknaan individu terhadap kegagalan tergantung pada
caranya mengatasi situasi tersebut, tujuan, dan aspirasinya. Cara individu
mengatasi kegagalan akan mencerminkan bagaimana ia mempertahankan harga dirinya
dari perasaan tidak mampu, tidak berkuasa, tidak berarti, dan tidak bermoral.
Individu yang dapat mengatasi kegagalan dan kekurangannya adalah dapat
mempertahankan self esteemnya.
2.1.4 Komponen Self
Esteem
Menurut Coopersmith (1967), ada empat komponen yang
menjadi sumber dalam pembentukan Self
esteem individu. Keempat komponen itu adalah keberhasilan (Successes), Nilai-nilai (value), Aspirasi-aspirasi (Aspirations), dan pendekatan dalam
merespon penurunan penilaian terhadap diri (Defences).
a.
Successes
Kata “keberhasilan” memiliki makna
yang berbeda-beda pada setiap orang. Beberapa individu memaknakan keberhasilan
dalam bentuk kepuasan spiritual, dan individu lain menyimpulkan dalam bentuk
popularitas. Pemaknaan yang berbeda-beda terhadap keberhasilan ini disebabkan
oleh faktor individu dalam memandang kesuksesan dirinya dan juga dipengaruhi
oleh kondisi-kondisi budaya yang memberikan nilai pada bentuk-bentuk tertentu
dari kesuksesan. Dalam satu setting social tertentu, mungkin lebih memaknakan
keberhasilan dalam bentuk kekayaaan, kekuasaan, penghormatan, independen, dan
kemandirian. Pada konteks social yang lain, lebih dikembangkan makna
ketidakberhasilan dalam bentuk kemiskinan, ketidakberdayaan, penolakan,
keterikatan pada suatu bentuk ikatan social dan ketergantungan. Hal ini tidak
berarti bahwa individu dapat dengan mudahnya mengikuti nilai-nilai yang
dikembangkan dimasyarakat mengenai keberhasilan, tetapi hendaknya dipahami
bahwa masyarakat memiliki nilai-nilai tertentu mengenai apa yang dianggap berhasil
atau gagal dan dapat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut oleh individu.
Terdapat empat tipe pengalaman
berbeda yang mencoba mendefinisikan tentang keberhasilan. Setiap hal tersebut
memberikan kreteria untuk mendefinisikan keberhasilan itu adalah area power, area Significance, area Competence
dan area virtue. Berikut ini akan dijelaskan
manifestasi keberhasilan dalam keempat area tersebut.
·
Keberhasilan dalam area Power
Keberhasilan ini diukur
oleh kemampuan individu untuk mempengaruhi aksinya dengan mengontrol tingkah
lakunya sendiri dan mempengaruhi orang lain. Dalam situasi tertentu, power tersebut muncul melalui pengakuan
dan penghargaan yang diterima oleh individu dari orang lain, dan melalui
kualitas penilaian terhadap pendapat-pendapat dan hak-haknya. Efek dari
pengakuan tersebut adalah menumbuhkan perasaan penghargaan (sense of appreciation) terhadap
pandangannya sendiri dan mampu melawan tekanan untuk melakukan konformitas
tanpa mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan dan pendapat-pendapatnya sendiri.
Masing-masing perlakuan tersebut bisa mengembangkan control sosial,
kepemimpinan, dan kemandirian yang mampu memunculkan sikap asertif, energik,
tingkah laku, eksplorasi.
·
Keberhasilan dalam area Significance
Keberhasilan ini diukur
oleh adanya penerimaan, perhatian, dan kasih sayang yang ditunjukkan oleh orang
lain. Ekspresi dari penghargaan dan minat terhadap individu tersebut termasuk
dalam pengertian penerimaan (acceptance) dan
popularitas, yang merupakan kebalikan dari penolakan dan isolasi. Penerimaan
ditandai dengan kehangatan, responsifitas, minat, dan menyukai individu apa
adanya. Dampak utama dari masing-masing perlakuan dan kasih sayang tersebut
adalah menumbuhkan perasaan berarti (tense
of importance) dalam dirinya. Makin banyak orang menunjukkan kasih sayang,
maka makin besar kemungkinan memiliki penilaian diri yang baik.
·
Keberhasilan dalam area Competence
Keberhasilan ini
ditandai oleh tingkat pencapaian yang tinggi, dengan tingkatan, dan tugas yang
bervariasi untuk tiap kelompok usia. White,
1959 (dalam Coopersmith, 1967) menunjukkan bahwa
pengalaman-pengalaman seorang anak mulai dari masa bayi yang diberikan secara
biologis dan rasa mampu (sense of
efficacy) yamg memberikannya kesenangan, membawanya untuk selalu berhadapan
dengan lingkungan dan menjadi dasar bagi pengembangan motivasi instrinsik untuk
mencapai kompetensi yang lebih tinggi lagi. White menekankan pentingnya
aktivitas spontan pada seorang anak dalam menumbuhkan perasaan mampu (feeling of efficacy) dan
pengalaman-pengalaman dalam pencapaian kemandirian dapat sangat memberikan
penguatan terhadap nilai-nilai personalnya dan tidak tergantung pada
kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Formulasi tersebut tidak menyangkal
pentingnya persetujuan dan ketidaksetujuan secara sosial (social approval dan social disapproval), tetapi juga sumber
kepuasan yang bersifat bawaan (innate)
yang membuatnya menguasai lingkungan tanpa tergantung pada penguatan atau
hukuman dari faktor sosial.
·
Keberhasilan dalam area Virtue
Menurut Coopersmith (1967), keberhasilan ini ditandai
oleh tingkah laku patuh pada kode etik, moral, dan prinsip-prinsip agama. Orang
yang mematuhi kode etik dan agama dan kemudian menginternalisasikannya,
menampilkan sikap diri yang positif dengan keberhasilan dalam pemenuhan
terhadap tujuan-tujuan pengabdian terhadap nilai-nilai luhur. Perasaan berharga
muncul diwarnai dengan sentiment-sentiment keadilan dan kejujuran, dan
pemenuhan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual.
Setiap individu
memiliki peluang untuk mencapai self
esteem yang tinggi dengan mewujudkan pencapaian pada keempat area tersebut.
Hal ini juga mungkin dapat terjadi apabila pencapaian pada area-area lain
kurang baik. Dengan demikian seseorang dapat mengembangkan sistem diri yang
positif jika mendapatkan perhatian yang besar dan cinta dari orang-orang yang
dianggap penting, meskipun dia relative lemah, tidak berarti, dan tidak
kompeten, atau ia mungkin memiliki self
esteem tinggi dengan kompetensi yang
tinggi tanpa mempertimbangkan nilai moral, signifikansi, atau power. Di sisi
lain adalah mungkin bagi individu untuk mencapai keberhasilan disuatu area yang
menurut dirinya kurang penting, misalnya kompetensi dan dengan demikian dia
merasa tidak berharga karena tidak sukses dibidang moral. Indikasi-indikasi ini
tidak hanya mengindikasikan pentingnya kreteria dalam menilai suatu kesuksesan
tapi mungkin juga memungkinkan adanya konflik satu sama lain. Seseorang yang
ingin mencapai kekuasaan tidak akan terlalu menyukai untuk memperoleh afeksi
dari sekutu-sekutunya.
b.
Nilai-nilai (value)
Setiap individu berbeda
dalam memberikan pemaknaan terhadap keberhasilan yang ingin dicapai dalam
beberapa area pengalaman dan perbedaan-perbedaan ini merupakan fungsi dari
nilai-nilai yang diinternalisasikan dari orang tua dan figur-figur signifikan
lainnya dalam hidup. Faktor-faktor seperti penerimaan (acceptance) dan respek dari orang tua merupakan hal-hal yang dapat
memperkuat penerimaan nilai-nilai dari orang tua tersebut. Hal ini juga
mengungkapkan bahwa kondisi-kondisi yang mempengaruhi pembentukan self esteem akan berpengaruh pula dalam
pembentukan nilai-nilai yang realistis dan stabil.
Individu akan
memberikan pembobotan yang lebih besar pada area-area dimana mereka berhasil
dengan baik, dari pembobotan tersebut akan menimbulkan konsekuensi meningkatkan
dan membentuk self esteem yang tinggi
di bawah kondisi yang bebas memilih dan menekankan pada sesuatu yang lebih
penting bagi dirinya. Kondisi ini memungkinkan individu-individu pada semua
tingkatan self esteem memberikan
standar nilai yang sama untuk menilai kebermaknaannya. Meskipun standar yang
dibuat sama, tetapi akan berbeda dalam menentukan bagaimana mereka mencapai
tujuan yang ingin diraihnya. Individu bebas memilih nilai-nilai, tetapi karena
individu menghabiskan waktu bertahun-tahun dirumah, sekolah, dan kelompok teman
sebaya, maka hal ini akan membawanya untuk menerima standar nilai kelompok.
Individu memperboleh pemenuhan dan kepuasaan dengan mengunakan standar nilai
yang berbeda dan lebih terikat, tetapi ia akan menggunakan standar nilai
tersebut sebagai prinsip dasar untuk menilai keberartian dirinya.
c.
Aspirasi-aspirasi
Menurut Coopersmith (1967), penilaian diri (self judgement) meliputi perbandingan
antara performance dan kapasitas
actual dengan aspirasi dan standar personalnya. Jika standar tersebut tercapai,
khususnya dalam area tingkah laku yang bernilai, maka individu akan
menyimpulkan bahwa dirinya adalah orang yang berharga. Ada perbedaan esensial
antara tujuan yang terikat secara sosial (public
goals) dan tujuan yang bersifat self
significant yang ditetapkan individu. Individu-individu yang berbeda
tingkat self esteemnya tidak akan
berbeda dalam public goalnya, tetapi
berbeda dalam personal ideals yang
ditetapkan untuk dirinya sendiri. Individu dengan self esteem tinggi menentukan
tujuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan self esteem yang lebih rendah. Self esteem tinggi berharap lebih pada
dirinya sendiri, serta memelihara perasaan keberhargaan diri dengan
merealisasikan harapannya daripada sekedar mencapai standar yang ditentukannya.
Hal ini memunculkan sikap diri (self
attitude) yang lebih baik sehingga mereka tidak diasosiasikan dengan
standar personal yang rendah dan menilai sukses karena mencapai standar
tersebut. Tetapi karena standar tinggi yang secara objektif dapat dicapainya,
individu dengan self esteem tinggi
menganggap lebih dekat aspirasi (harapannya) dibandingkan dengan individu
dengan self esteem rendah yang menentukan
tujuan lebih rendah. Individu dengan self
esteem tinggi memiliki pengharapan terhadap keberhasilan yang tinggi.
Pengharapan ini menunjukan suatu kepercayaan terhadap keadekuatan dirinya, dan
juga keyakinan bahwa ia memiliki kemampuan untuk menampilkan segala macam cara
yang dibutuhkan untuk berhasil. Keyakinan tersebut bersifat memberi dukungan
dan semangat pada individu untuk mempercayai bahwa keberhasilan itu dapat
dicapai. Penghargaan (self expectancy) akan
keberhasilan ini ditunjukkan melalui sikap asertif,
self trust, dan keinginan kuat untuk bereksplorasi. Sedangkan pada individu
dengan self esteem rendah, meskipun
memiliki keinginan sukses seperti individu dengan self esteem tinggi, tetapi dia tidak yakni kesuksesan tersebut akan
terjadi pada dirinya. Sikap pesimis itu merupakan ekspresi antisipasi terhadap
kegagalan, yang mana akan menurunkan motivasinya dan mungkin memberikan
konstribusi terhadap kegagalannya.
Hubungan antara
aspirasi dan harga diri juga mengungkapkan suatu hal yang menarik. Ada indikasi
bahwa orang-orang yang pernah sukses merespon lebih realistis daripada mereka
yang pernah gagal. Kita dapat menduga bahwa individu dengan self esteem rendah memiliki harapan
(aspirasi) yang lebih rendah, tetapi jika mereka dapat mengantisipasi hal
tersebut, maka sangat mungkin bagi individu untuk meningkatkan self esteemnya. Dengan demikian, kita
dapat menuju pada asumsi bahwa terdapat jarak antara aspirasi dan performance pada individu dengan self esteem rendah dan bahwa jarak
tersebut menghasilkan sesuatu yang negatif.
d.
Defenses
Menurut Coopersmith (1967), beberapa pengalaman
dapat merupakan sumber evaluasi diri yang positif, namun ada pula yang menghasilkan
penilaian diri yang negatif. Kenyataan ini tidak akan mudah diamati dan diukur
pada tipe individu. Kenyataan ini merupakan bahan mentah yang digunakan dalam
membuat penilaian, interpretasi terhadapnya tidaklah senantiasa seragam.
Interpretasi akan bervariasi sesuai dengan karakteristik individu dalam
mengatasi distress dan situasi ambigu serta dengan tujuan dan
harapan-harapannya. Cara untuk mengatasi ancaman dan ketidakjelasan cara
individu dalam mempertahankan dirinya mengatasi kecemasan atau lebih spesifik,
mempertahankan harga dirinya dari devaluasi
atau penurunan harga diri yang membuatnya merasa incompetent, tidak berdaya, tidak signifikan, dan tidak berharga. Individu
yang memiliki defence mampu
mengeliminir stimulus yang mencemaskan, mampu menjaga ketenangan diri, dan
tingkah lakunya efektif. Individu dengan self
esteem tinggi memiliki suatu bentuk mekanisme pertahanan diri tertentu yang
memberikan individu tersebut kepercayaan diri pada penilaian dan kemampuan
dirinya, serta meningkatkan perasaan mampu untuk menghadapi situasi yang
menyulitkan.
Coopersmith,
1967, mengungkapkan bahwa proses penilaian diri muncul dan
penilaian subjektif terhadap keberhasilan, yang dipengaruhi oleh nilai yang
diletakkan pada berbagai area kapasitas dan tampilan, diukur dengan
membandingkan antara tujuan dan standar pribadi, dan disaring melalui kemampuan
untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kegagalan. Melalui proses tersebut
akhirnya individu sampai pada penilaian tentang kemampuan, keberartian,
kesusesan, dan keberhargaan dirinya.
daftar pustaka : Coopeersmith, Stanley. 1967. The Antecendents of Self Esteem.
daftar pustaka : Coopeersmith, Stanley. 1967. The Antecendents of Self Esteem.
boleh tau buku referensinya? dan ada dimana?
BalasHapusterima kasih.
maaf baru membalas sekarang.
BalasHapusini buka lama sudah jarang diperjualbelikan, kecuali membeli dari luar negeri, dan mahal tentunya. namun alternatifnya anda dapat meminjam buku pada universitas TUA atau pada universitas yang terdapat jurusan psikologi seperti UNPAD, UI, MARANATHA, UNJANI
ini judul bukunya, didalamnya juga ada alat ukur SEI (self esteem inventory)
Coopeersmith, Stanley. 1967. The Antecendents of Self Esteem.
teori ini apa bisa dipakai untuk remaja. . . .?
BalasHapusbisa di pakai buat remaja :)
BalasHapusteori nya bagus.. ada buku nya gak yah?
BalasHapuslumayan buat bahan skripsi gue :D
ada bukunya, cuma kl di perjual belikan, mungkin harus cari2 di situs luar negeri, mending pinjam di universitas yang ada fakultas psikologinya aja , , , pasti ada, judul bukunya Coopeersmith, Stanley. 1967. The Antecendents of Self Esteem
BalasHapusthanks untuk postingannya. ngebantu banget. sebelumnya km sumber postingan ini langsung dari bukunya? kamu dapet bukunya dimana? perpustakaan UNPAD kira-kira ada ga ya? trims
BalasHapusdari skripsi saya sendiri kebetulan pake self esteem, tepatnya "self esteem pada remaja overweight"
BalasHapusya dari buku coopersmithnya, ia ada di unpad, maranatha juga ada, unjani juga ada, kayaknya teori ini udah umum ya, di universitas yg ada jurusan psikologi nya kayaknya musti ada. cuma paling masih jarang yang memasukkan komponen, paling masih yang power significance virtue sama competence..... cara tercepat kalau buat bikin skripsi mah, liat skripsi orang lain yang pakai teori yang sama dengan kamu. trims juga, ^sama-sama^
mbak bisa minta nomor kontaknya? terimakasih
BalasHapusmakasih cuantik, semoga menjadi aal kebaikan kalau boleh tante mau fotocopy bukunya, alamat rumahnya dimana atau tolong copykan uang nanti kirim melalui rekeninjg, makasih...
BalasHapusmaaf mbak mau tanya kalo untuk skoring penilaian self esteem coopersmith itu ada berapa ya? apa hanya 3 (tinggi, sedang, rendah) tp yg saya dapat untuk instrumen ada 5 skoring tapi jd bingung teori nya,, mungkin ada yang bisa bantu?
BalasHapusmakasih infonya..berguna banget
BalasHapusaku izin copas yah..
Maaf mbak, apa boleh bagi kontak mbak? Saya butuh buku ini, sudah saya coba cari di perpus Unpad melaui saudara saya yg kuliah disana tp belum dapat bukunya.
BalasHapusBantu jawab yaaa.. Ada di perpus psikologi UNPAD Jatinangor mbak. Minta di-copy saja bukunya
Hapuskalau buat kisi-kisi buat bikin instrumentnya perpedoman yang mana yah ? bingung mohon bantuannya
BalasHapus