Selasa, 15 Januari 2013

Rita L. Aktinson dan Richarad C Atkinson pengertian SIKAP


Menurut Rita L. Aktinson dan Richarad C Atkinson, sikap meliputi suka tidak suka, mendekati atau menghindari situasi, benda, orang , kelompok, dan aspek lingkungan yang dapat dikenal lainnya, termasuk gagasan abstrak dan kebijakan social. Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh para tokoh, menyimpulkan bahwa sikap sebagai suatu kecenderungan atau kesiapan seseorang untuk bereaksi atau berperilaku tertentu, yang meliputi: rasa suka atau tidak suka, mendekati atau menghindari stimulus atau rangsangan yang datang, yang kemudian diarahkan pada obyek sikap tertentu, dengan tujuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang mencakup komponen afektif, kognitif, dan konatif.
Menurut Rita L. Aktinson dan Richard C Atkinson, 1983 :
“Attitude as a tendency or readiness of a person to react or behave in particular, include likes or dislike approach or avoid the stimulus that come, which is the directed at a particular attitude object, to conform to the surrounding environment included component of cognitive, affective and conative”.

Artinya: sikap sebagai suatu kecenderungan atau kesiapan seseorang untuk bereaksi atau berperilaku tertentu, yang meliputi: rasa suka atau tidak suka, mendekati atau menghindari stimulus atau rangsangan yang datang, yang kemudian diarahkan pada obyek sikap tertentu, dengan tujuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya yang mencakup afektif, kognitif, dan konatif.[1]
Konsisitensi ini sangat ditekankan oleh Campbel ( 1950 ) yang mengemukakan bahwa sikap adalah “ A syndrome of response consistency with regard to social objebts”. Artinya, sikap adalah sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek social.
Definisi yang dikemukakan Campbel ini sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal mekanisme terjadinya sikap maupun intensitas dari sikap itu sendiri. Hal ini yang diarahkan terhadap objek dan diperoleh dari proses belajar siswa. Berkaitan sikap dengan intensitas, menurut Krech & Crutchfield (1948) sikap adalah : “An enduring organization of motivational, emotional, perceptual, and cognitive processes with respect to some aspects of the individual’s world”(hal. 152).

2.1.2    Ciri-ciri Sikap
Mengenai ciri-ciri sikap menurut Gerungan (2004) dalam psikologi social adalah sebagai berikut:
1.      Sikap tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman.
2.      Karena sikap dipelajari maka sikap berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan sekitar individu yang bersangkutan.
3.      Dalam sikap selalu terjadi hubungan subyek-subyek, tidak ada sikap tanpa obyek, obyek ini bias berupa benda, orang, kelompok orang dan lain sebagainya.
4.      Sikap tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah terpenuhi.
5.      Sikap tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacam-macam sesuai dengan banyak obyek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan.

2.1.3    Struktur Sikap
Dalam membahas sikap, para ahli cukup menunjukkan adanya pandangan berbeda satu dengan lainnya. Thurstone menekankan pada komponen afektif. Rekeach menekankan pada komponen kognitif dan konatif, sedangkan Baron dan Byrne, juga Myers dan Gerungan, pada komponen kognitif, afektif, dan konatif. Berkaitan dengan hal-hal tersebut di atas pada umumnya menurut pendapat yang banyak diikuti ialah bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu: kognitif, afektif, konatif. Walgito (2003) menjelaskan mengenai ketiga komponen yang membentuk struktur sikap tersebut, yaitu sebagai berikut:
1.                  Komponen kognitif
a.       Positif : pengetahuan, keyakinan, atau hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap sikap yang baik, mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap itu sendiri.
b.      Negatif : Pengetahuan, keyakinan atau hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap sikap yang tidak baik, mengenai apa yang berlaku atau apa yang tidak benar bagi objek itu sendiri
Mengapa orang percaya atau memiliki kepercayaan? Kepercayaan datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Sekali kepercayaan itu telah  terbentuk, maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan dari obyek tertentu. Kepercayaan dapat terus berkembang. Pengalaman pribadi, apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri merupakan determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan. Kepercayaan juga tidak selalu akurat. Kadang-kadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau tiadanya informasi yang benar mengenai obyek yang dihadapi.
2.                  Komponen afektif
a.       Positif : yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang terhadap obyek sikap.
b.      Negatif : yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa tidak senang terhadap obyek sikap.
Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukan arah sikap. Yaitu positif dan negatif.
            Senada dengan pendapat di atas, Azwar (2003) menjelaskan komponen afektif menyangkut masalah emosional subyek seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. Apakah yang menentukan reaksi emosional kita terhadap suatu subyek? Pada umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen efektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi obyek yang dimaksud. Contohnya: bila kita percaya bahwa pelacuran akan membawa kekotoran dan ancaman terhadap kesehatan, maka akan terbetnuk perasaan tidak suka atau aefeksi yang tidak mendukung terhadap pelacuran.
3.                  Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component)
a.                   Positif, yaitu : Komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap positif. Komponen ini menunjukan intensitas sikap yang baik, yaitu menunjukan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap obyek sikap.
b.                   Negatif, yaitu : Komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap positif. Komponen ini menunjukan intensitas sikap yang baik, yaitu menunjukan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap obyek sikap.
Lebih dijelaskan lagi oleh Azawar (2003) komponen dalam struktur sikap menunjukan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaanya terhadap stimulus tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten akan selaras dengan kepercayaan dan perasaan yang kemudian membentuk sikap. Karena itu adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku terhadap obyek.
Pengertian kecenderungan berperilaku menunjukan bahwa komponen konatif meliputi bentuk perilaku yang tidak hanya dilihat secara langsung saja., akan tetapi meliputi pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang diucapkan seseorang.
2.1.4    Pembentukan Sikap
Sikap tidak dibawa sejah lahir, tetapi dibentuk sepanjang perkembangan individu yang bersangkutan. Untuk dapat menjelaskan bagaimana sikap terbentuk dapat dilihat pada gambar berikut:
(Gambar 2.3)






Dikutip dari Mar’at dalam Walgito (2003). 
Dari gambar tersebut dapat dikemukakan bahwa sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor  internal dan faktor  eksternal faktor  internal terdiri dari faktor  fisiologis dan psikologi, sedangkan faktor  eksternal dapat berwujud situasi yang ada dalam masyarakat, hambatan-hambatan, atau pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. Semua ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada seseorang.
Pembentukan sikap tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses tertentu dan melalui kontak social terus-menerus antara individu-individu lain di sekitarnya. Dengan demikian, senada dengan gambar di atas Sarwono (1996) mengemukakan faktor -faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap, yaitu:
1.                  Faktor  Internal
Yaitu faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti selektivitas. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsangan dari luar melalui persepsi kita, oleh karena itu kita harus memilih rangsangan-rangsangan yang sama yang akan kita dekati dan mana yang harus kita jauhi. Pilihan ini ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita, sehingga karena harus memilih inilah seseorang menyusun sikap positif terhadap suatu hal dalam membentuk sikap negative terhadap hal lain.
2.                  Faktor  Eksternal
Selain faktor -faktor yang terdapat dalam diri sendiri, pembentukan sikap ditentukan pula oleh faktor-faktor yang berada di luar, yaitu:
a)            Sifat obyek yang dijadikan sasaran subyek.
b)            Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap.
c)            Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap tersebut.
d)           Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan sikap.
e)            Situasi pada saat sikap itu dibentuk tentunya tidak semua faktor  harus sipenuhi untuk membentuk suatu sikap. Kadang-kadang satu atau dua faktor  sudah cukup. Tetapi makin banyak faktor  yang ikut mempengaruhi, semakin cepat sikap itu akan terbentuk

2.1.5.      Pengukuran Sikap
Mengukur suatu sikap bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Salah satu kesulitan mempelajari psikologi adalah karena obyek yang dipelajari itu tidaklah tampak, tidak langsung dipegang adalah manifestasi dari kehidupan psikis. Hal demikian itu dihadapi pula dalam sikap. (Walgito: 2003)
Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan beberapa macam cara, yang pada garis besarnya dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran sikap secara lansung, dilakukan dengan cara meminta secara langsung kepada responden untuk mengemukakan pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu hal atau masalah yagn dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan antara pengukuran sikap secara lansung yang tidak berstruktur dan secara langsung yang berstruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur misalnya: mengukur sikap dengan wawancara bebas (free interview), dengan pengamatan langsung atau survey (misalnya: public opinion survey) sedangkan secara langsung yang berstruktur, yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah ditentukan, dan langsung diberikan kepada obyek yang diteliti. Misalnya pengukuran sikap dengan skala model Bogardus, Thrustone, atau Likert (Walgito, 2003).


[1] Atkinson. Rita L.at all. (1987). Pengantar Psikologi, edisi 8 jilid I. Jakarta. Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar