Menurut
Rita L. Aktinson dan Richarad C Atkinson, sikap meliputi suka tidak suka,
mendekati atau menghindari situasi, benda, orang , kelompok, dan aspek
lingkungan yang dapat dikenal lainnya, termasuk gagasan abstrak dan kebijakan
social. Dari definisi-definisi yang telah dikemukakan oleh para tokoh,
menyimpulkan bahwa sikap sebagai suatu kecenderungan atau kesiapan seseorang
untuk bereaksi atau berperilaku tertentu, yang meliputi: rasa suka atau tidak
suka, mendekati atau menghindari stimulus atau rangsangan yang datang, yang
kemudian diarahkan pada obyek sikap tertentu, dengan tujuan untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan sekitarnya yang mencakup komponen afektif, kognitif, dan
konatif.
Menurut Rita L. Aktinson dan Richard C
Atkinson, 1983 :
“Attitude as a tendency or readiness of a
person to react or behave in particular, include likes or dislike approach or
avoid the stimulus that come, which is the directed at a particular attitude
object, to conform to the surrounding environment included component of
cognitive, affective and conative”.
Artinya: sikap sebagai
suatu kecenderungan atau kesiapan seseorang untuk bereaksi atau berperilaku
tertentu, yang meliputi: rasa suka atau tidak suka, mendekati atau menghindari
stimulus atau rangsangan yang datang, yang kemudian diarahkan pada obyek sikap
tertentu, dengan tujuan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya
yang mencakup afektif, kognitif, dan konatif.[1]
Konsisitensi
ini sangat ditekankan oleh Campbel ( 1950 ) yang mengemukakan bahwa sikap
adalah “ A syndrome of response
consistency with regard to social objebts”. Artinya, sikap adalah
sekumpulan respon yang konsisten terhadap objek social.
Definisi
yang dikemukakan Campbel ini sudah lebih aktif dan operasional, baik dalam hal
mekanisme terjadinya sikap maupun intensitas dari sikap itu sendiri. Hal ini
yang diarahkan terhadap objek dan diperoleh dari proses belajar siswa.
Berkaitan sikap dengan intensitas, menurut Krech & Crutchfield (1948) sikap
adalah : “An enduring organization of
motivational, emotional, perceptual, and cognitive processes with respect to
some aspects of the individual’s world”(hal. 152).
2.1.2 Ciri-ciri Sikap
Mengenai
ciri-ciri sikap menurut Gerungan (2004) dalam psikologi social adalah sebagai
berikut:
1. Sikap
tidak dibawa sejak lahir melainkan dipelajari dan dibentuk melalui pengalaman.
2. Karena
sikap dipelajari maka sikap berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan
sekitar individu yang bersangkutan.
3. Dalam
sikap selalu terjadi hubungan subyek-subyek, tidak ada sikap tanpa obyek, obyek
ini bias berupa benda, orang, kelompok orang dan lain sebagainya.
4. Sikap
tidak menghilang walaupun kebutuhan sudah terpenuhi.
5. Sikap
tidak hanya satu macam saja, melainkan sangat bermacam-macam sesuai dengan
banyak obyek yang dapat menjadi perhatian orang yang bersangkutan.
2.1.3 Struktur Sikap
Dalam
membahas sikap, para ahli cukup menunjukkan adanya pandangan berbeda satu
dengan lainnya. Thurstone menekankan pada komponen afektif. Rekeach menekankan
pada komponen kognitif dan konatif, sedangkan Baron dan Byrne, juga Myers dan
Gerungan, pada komponen kognitif, afektif, dan konatif. Berkaitan dengan
hal-hal tersebut di atas pada umumnya menurut pendapat yang banyak diikuti ialah
bahwa sikap itu mengandung tiga komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu:
kognitif, afektif, konatif. Walgito (2003) menjelaskan mengenai ketiga komponen
yang membentuk struktur sikap tersebut, yaitu sebagai berikut:
1.
Komponen kognitif
a.
Positif : pengetahuan, keyakinan, atau hal-hal yang
berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap sikap yang baik,
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap itu sendiri.
b.
Negatif : Pengetahuan, keyakinan atau hal-hal yang
berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsikan terhadap sikap yang tidak
baik, mengenai apa yang berlaku atau apa yang tidak benar bagi objek itu
sendiri
Mengapa orang percaya atau memiliki kepercayaan? Kepercayaan
datang dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Sekali
kepercayaan itu telah terbentuk, maka ia
akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai apa yang dapat diharapkan
dari obyek tertentu. Kepercayaan dapat terus berkembang. Pengalaman pribadi,
apa yang diceritakan orang lain, dan kebutuhan emosional kita sendiri merupakan
determinan utama dalam terbentuknya kepercayaan. Kepercayaan juga tidak selalu
akurat. Kadang-kadang kepercayaan itu terbentuk justru dikarenakan kurang atau
tiadanya informasi yang benar mengenai obyek yang dihadapi.
2.
Komponen afektif
a.
Positif : yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa
senang terhadap obyek sikap.
b.
Negatif : yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa tidak
senang terhadap obyek sikap.
Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak
senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukan arah sikap. Yaitu
positif dan negatif.
Senada dengan pendapat di atas, Azwar
(2003) menjelaskan komponen afektif menyangkut masalah emosional subyek
seseorang terhadap suatu obyek sikap. Secara umum, komponen ini disamakan
dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. Namun, pengertian
perasaan pribadi seringkali sangat berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan
sikap. Apakah yang menentukan reaksi emosional kita terhadap suatu subyek? Pada
umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen efektif ini banyak
dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan
berlaku bagi obyek yang dimaksud. Contohnya: bila kita percaya bahwa pelacuran
akan membawa kekotoran dan ancaman terhadap kesehatan, maka akan terbetnuk
perasaan tidak suka atau aefeksi yang tidak mendukung terhadap pelacuran.
3.
Komponen konatif (komponen perilaku, atau action
component)
a.
Positif, yaitu : Komponen yang berhubungan dengan
kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap positif. Komponen ini menunjukan
intensitas sikap yang baik, yaitu menunjukan besar kecilnya kecenderungan
bertindak atau berperilaku seseorang terhadap obyek sikap.
b.
Negatif, yaitu :
Komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek sikap
positif. Komponen ini menunjukan intensitas sikap yang baik, yaitu menunjukan
besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap
obyek sikap.
Lebih
dijelaskan lagi oleh Azawar (2003) komponen dalam struktur sikap menunjukan
bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang
berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini didasari oleh asumsi
bahwa kepercayaan dan perasaan banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya,
bagaimana orang berperilaku dalam situasi tertentu dan stimulus tertentu akan
banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaanya terhadap stimulus
tersebut. Kecenderungan berperilaku secara konsisten akan selaras dengan
kepercayaan dan perasaan yang kemudian membentuk sikap. Karena itu adalah logis
untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang akan dicerminkan dalam bentuk tendensi
perilaku terhadap obyek.
Pengertian
kecenderungan berperilaku menunjukan bahwa komponen konatif meliputi bentuk
perilaku yang tidak hanya dilihat secara langsung saja., akan tetapi meliputi
pula bentuk-bentuk perilaku yang berupa pernyataan atau perkataan yang
diucapkan seseorang.
2.1.4 Pembentukan Sikap
Sikap
tidak dibawa sejah lahir, tetapi dibentuk sepanjang perkembangan individu yang
bersangkutan. Untuk dapat menjelaskan bagaimana sikap terbentuk dapat dilihat
pada gambar berikut:
(Gambar
2.3)
Dikutip dari Mar’at dalam Walgito
(2003).
Dari
gambar tersebut dapat dikemukakan bahwa sikap yang ada pada diri seseorang akan
dipengaruhi oleh faktor internal dan
faktor eksternal faktor internal terdiri dari faktor fisiologis dan psikologi, sedangkan
faktor eksternal dapat berwujud situasi
yang ada dalam masyarakat, hambatan-hambatan, atau pendorong-pendorong yang ada
dalam masyarakat. Semua ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada
seseorang.
Pembentukan
sikap tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui proses tertentu dan melalui
kontak social terus-menerus antara individu-individu lain di sekitarnya. Dengan
demikian, senada dengan gambar di atas Sarwono (1996) mengemukakan faktor
-faktor yang mempengaruhi terbentuknya sikap, yaitu:
1.
Faktor
Internal
Yaitu
faktor-faktor yang terdapat dalam diri orang yang bersangkutan, seperti
selektivitas. Kita tidak dapat menangkap seluruh rangsangan dari luar melalui
persepsi kita, oleh karena itu kita harus memilih rangsangan-rangsangan yang
sama yang akan kita dekati dan mana yang harus kita jauhi. Pilihan ini
ditentukan oleh motif-motif dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri kita,
sehingga karena harus memilih inilah seseorang menyusun sikap positif terhadap
suatu hal dalam membentuk sikap negative terhadap hal lain.
2.
Faktor
Eksternal
Selain
faktor -faktor yang terdapat dalam diri sendiri, pembentukan sikap ditentukan
pula oleh faktor-faktor yang berada di luar, yaitu:
a)
Sifat obyek yang dijadikan sasaran subyek.
b)
Kewibawaan orang yang mengemukakan suatu sikap.
c)
Sifat orang-orang atau kelompok yang mendukung sikap
tersebut.
d)
Media komunikasi yang digunakan dalam menyampaikan
sikap.
e)
Situasi pada saat sikap itu dibentuk tentunya tidak
semua faktor harus sipenuhi untuk
membentuk suatu sikap. Kadang-kadang satu atau dua faktor sudah cukup. Tetapi makin banyak faktor yang ikut mempengaruhi, semakin cepat sikap
itu akan terbentuk
2.1.5.
Pengukuran Sikap
Mengukur
suatu sikap bukanlah suatu pekerjaan yang mudah. Salah satu kesulitan
mempelajari psikologi adalah karena obyek yang dipelajari itu tidaklah tampak,
tidak langsung dipegang adalah manifestasi dari kehidupan psikis. Hal demikian
itu dihadapi pula dalam sikap. (Walgito:
2003)
Pengukuran
sikap dapat dilakukan dengan beberapa macam cara, yang pada garis besarnya
dapat dibedakan secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran sikap
secara lansung, dilakukan dengan cara meminta secara langsung kepada responden
untuk mengemukakan pendapat bagaimana sikapnya terhadap suatu hal atau masalah
yagn dihadapkan kepadanya. Dalam hal ini dapat dibedakan antara pengukuran
sikap secara lansung yang tidak berstruktur dan secara langsung yang
berstruktur. Secara langsung yang tidak berstruktur misalnya: mengukur sikap
dengan wawancara bebas (free interview), dengan pengamatan langsung atau
survey (misalnya: public opinion survey) sedangkan secara langsung yang
berstruktur, yaitu pengukuran sikap dengan menggunakan pertanyaan-pertanyaan
pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah
ditentukan, dan langsung diberikan kepada obyek yang diteliti. Misalnya
pengukuran sikap dengan skala model Bogardus, Thrustone, atau Likert (Walgito,
2003).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar