FAMILY SYSTEMS THERAPY
A.
Sejarah Perkembangan
I.
TOKOH-TOKOH YANG MEMBERIKAN KONSTRIBUSI TERHADAP FAMILY
SYSTEMS THERAPY
a)
ALFRED ADLER, merupakan seorang psikolog
pertama dari era modern yang
menggunakan terapi keluarga melalui pendekatan sistemis. Dia menetapkan lebih
dari 30 klinik panduan anak di Vienna setelah Perang Dunia I dan kemudian
Rudolf Dreikurs yang membawa konsep ini ke Amerika Serikat dalam bentuk pusat
pendidikan keluarga. Adler melakukan sesi konseling keluarga dalam forum publik
terbuka untuk mendidik orang tua.
Dia percaya bahwa masalah-masalah yang terjadi pada salah seorang dalam keluarga,
berlaku secara umum terhadap anggota lainnya dalam komunitas.
b)
MURRAY BOWEN, seorang
pendiri asli dari aliran Family Systems Therapy. Banyak dari teori dan
praktek tumbuh dari karyanya dengan schizonphrenic individual dalam
keluarga. Dia percaya keluarga dapat dipahami sebaik-baiknya ketika dianalisis
dari perspektif tiga generasi karena dapat melihat pola hubungan interpersonal anggota
keluarga antar generasi. Kontribusi utamanya meliputi konsep inti diferensiasi
diri dan triagulasi.
c)
VIRGINIA SATIR, merupakan
pengembang terapi keluarga conjoint, sebuah model proses validasi
manusia (sebuah pendekatan eksperimental) yang menekankan pada komunikasi dan
pengalaman emosi. Seperti Bowen, dia menggunakan model inter-generasional,
tetapi dia bekerja untuk membawa pola keluarga terhadap kehidupan dalam
rekonstruksi keluarga sekarang. Mengklaim bahwa teknik tersebut adalah sekunder
terhadap hubungan, dia berkonsentrasi pada hubungan antara terapis dengan
keluarga untuk mencapai perubahan.
d)
CARL WHITAKER, pencipta
terapi keluarga pengalaman-simbolis (symbolic-experiential family therapy),
sebuah pendekatan intuitif untuk membantu saluran interaksi terbuka dalam
keluarga. Tujuannya adalah memfasilitasi otonomi individu sambil tetap
mempertahankan rasa memiliki dalam keluarga. Dia melihat terapis sebagai
partisipan aktif dan pelatih yang memasuki proses keluarga dengan kreativitas, memberikan
tekanan yang memadai terhadap proses ini untuk menghasilkan perubahan status
quo.
e)
SALVADOR MINUCHIN, mulai
mengembangkan terapi keluarga struktural pada 1960an melalui karyanya dengan
anak remaja keluarga miskin di Sekolah Wiltwyck di New York. Bekerja dengan
kolega pada Philadelphia Child Guidance Clinic pada 1970an, Minuchin
memperbaiki teori dan praktek terapi keluarga. Dengan berfokus kepada struktur
atau organisasi keluarga, terapis membantu keluarga memodifikasi pola stereotype
dan meredefinisikan hubungan di antara anggota keluarga. Dia percaya perubahan
struktural dalam keluarga harus terjadi sebelum simptom anggota individual
dapat dikurangi atau dieliminasi.
f)
JAY HALEY, seorang
penulis prolific, mempunyai dampak signifikan terhadap pengembangan Family
Systems Therapy. Dia mencampur terapi keluarga struktural dengan konsep
hirarki, kekuasaan, dan intervensi strategis. Strategic family therapy adalah sebuah
pendekatan yang berfokus pada memecahkan masalah sekarang; memahami apa yang
tidak dibutuhkan atau tidak diajukan.
g)
CLOE MADANES, bersama Jay
Haley, membentuk Institusi keluarga di Washington DC pada tahun 1970an. Melalui
praktek terapi gabungan, tulisan, dan pelatihan dalam terapis keluarga,
terapi keluarga strategis menjadi terapi keluarga paling populer pada
1980an. Ini adalah sebuah pendekatan terapi yang singkat dan berorientasi pada solusi. Masalah yang
dibawa oleh keluarga kepada konselor
diperlakukan sebagai ‘real/nyata’ bukan gejala yang dikarenakan isu-isu dan dipecahkan.
Dia menekankan pada
kepedulian dan aspek emosional
dari pola keluarga.
II.
PERKEMBANGAN FAMILY SYSTEMS THERAPY
Pada 1960an dan 1970an,
pendekatan psikodinamik, behavior dan pendekatan humanistis (masing-masing
disebut kekuatan pertama, kedua dan ketiga) mendominasi teori dan konsep
konseling dan psikoterapi, termasuk pada konseling keluarga.
Dewasa ini, berbagai pendekatan dapat digunakan pada
sistem keluarga sehingga mengakibatkan adanya
pergeseran paradigma yang dapat bahkan disebut sebagai ‘kekuatan
keempat’. Saat ini telah
banyak terapis yang secara kreatif menggunakan berbagai macam perspektif/pendekatan ketika menjalankan terapi.
Dalam perkembangannya, Family Systems
Therapy mengalami beberapa inovasi yang berhubungan dengan
beberapa tokoh kunci Family
Systems Therapy. Beberapa perkembangan tersebut antara lain sebagai
berikut.
a)
Adlerian Family Therapy
Pendekatan yang digunakannya dalam Adlerian family therapy
ialah
pendekatan sistemis yang telah lama digunakannya sebelum teori-teori tersebut
diaplikasikan dalam dunia psikoterapi. Konseptualisasi yang dicetuskan Adler
dapat ditemukan di dalam prinsip-prinsip dan praktek model yang lainnya.
Dalam Corey (2009) dijelaskan bahwa
Adler adalah orang pertama yang mengamati perkembangan anak di dalam konstelasi
keluarga (frase yang digunakan untuk sistem keuangan) yang sangat dipengaruhi
oleh urutan kelahiran, dan urutan kelahiran tersebut mempunyai konsistensi terhadap
masing-masing posisi. Adler juga menjelaskan bahwa setiap perilaku mempunyai
tujuan, dan anak-anak seringkali bertindak dalam pola yang dimotivasi oleh
keinginan untuk memiliki, bahkan ketika pola tersebut salah atau sia-sia.
Dalam perkembangannya, Dudolf Dreikurs
(1973) memperbaiki konsep Adler ke dalam tipologi dari tujuan yang
salah (yang dibuat individu) dan
menciptakan pendekatan terorganisasi terhadap terapi keluarga. Sebuah asumsi
dasar dari Adlerian Family Therapy modern adalah baik orangtua ataupun anak
seringkali terkunci di
dalam pengulangan, interaksi
negatif yang didasarkan
pada kesalahan penetapan
tujuan yang
memotivasi semua pihak terlibat. Walaupun banyak Adlerian Family Therapy
yang dilakukan dalam sesi pribadi, Adler juga menggunakan model pendidikan
untuk konsultasi keluarga yang dilakukan pada forum publik terbuka di sekolah,
agensi masyarakat, dan secara khusus dirancang untuk pusat pendidikan keluarga.
b)
Multigenerasional
Family Therapy
Murray Bowen adalah salah seorang
pencetus aliran utama dalam Family Systems Therapy. Teori sistem
keluarga miliknya, merupakan model teoritis dan klinis yang terlibat dari
prinsip-prinsip dan praktek psikoanalitis, disebut juga terapi keluarga multi
generasional. Bowen beserta timnya
mengimplementasikan sebuah pendekatan inovatif terhadap penderita schizophrenia
di Lembaga Nasional Kesehatan Mental. Dalam pelaksanaannya, Bowen benar-benar
ramah dengan seluruh keluarga, sehingga sistem keluarga dapat menjadi fokus
terapi.
Observasi yang dilakukan Bowen membawa dia pada
ketertarikannya pada pola keluarga dalam lintas generasi. Dia berpendapat bahwa masalah yang terjadi pada salah seorang dalam
keluarga tidak akan mengalami perubahan yang signifikan
sampai pola hubungan dalam asal
usul sebuah keluarga dipahami dan secara langsung ditantang untuk berubah. Multigenerasional
family therapy ini beroperasi dengan dasar bahwa pola hubungan interpersonal yang
dapat diprediksi berhubungan dengan fungsi dari anggota keluarga lintas generasi.
Menurut Kerr dan Bowen (1988), penyebab dari masalah individual hanya dapat
dipahami dengan melihat pada peranan keluarga sebagai unit emosional. Diantara unit dalam keluarga, penyatuan secara emosional belum
terselesaikan dalam satu keluarga harus diketahui jika ingin mencapai kematangan dan kepribadian yang unik. Masalah
emosional tersebut
akan terus terjadi dari generasi ke generasi sampai masalah tersebut
dapat ditangani secara efektif. Perubahan harus terjadi pada setiap anggota
keluarga lain dan tidak dapat diselesaikan hanya oleh seorang individu didalam
ruang konseling.
Salah satu konsep Bowen dalam multigenerasional
family therapy adalah triangulasi, sebuah proses dimana triad (tiga orang)
menghasilkan pengalaman two-against-one. Bower mengasumsikan bahwa
triangulasi dapat terjadi secara mudah antara anggota keluarga dan terapi atau
konselor, merupakan alasan mengapa Bowen sangat menekankan pada klien untuk
menyadari isu keluarga mereka sendiri (Kerr dan Bowen,1988). Kontribusi
utama dari multigenerasional family therapy adalah ide diferensiasi
diri. Diferensiasi diri melibatkan pemisahan sisi psikologis dari inteleklual, emosi, dan
ketergantungan diri kepada orang lain. Dalam proses individualisasi, seorang individu memperoleh
identitas diri, dan memungkinkan keluarga mereka menerima tanggung jawab
pribadi terhadap pemikiran, perasaan, persepsi dan aksi yang mereka lakukan.
c)
Human
Validation Process Model
Ketika Bowen mengembangkan
pendekatannya, Virginia Satir (1983) mulai menekankan pada hubungan keluarga.
Pendekatan yang dicetuskannya mulai membawanya untuk percaya pada nilai dari sebuah kekuasaan , hubungan pengasuhan yang
didasarkan pada kesukaan dan pesona yang kuat dengan siapa saja yang dia peduli. Satir memposisikan
dirinya sebagai detektif yang berusaha mengajukan dan mendengarkan refleksi
penghargaan diri dalam berkomunikasi dengan klien. Satir bekerja dengan gadis
remaja, dirinya terkejut ketika mengetahui bahwa komunikasi dan perilaku kliennya
berubah ketika ibunya hadir.
Saat dia membina hubungan mereka, mulai terjadi kembali pada si gadis
remaja itu ketika ditanya soal ayahnya. Saat ayahnya hadir, komunikasi dan
perilaku ibu dan anak perempuan berubah. Berdasarkan kejadian ini, Satir
menemukan kekuatan dari terapi keluarga, pentingnya komunikasi dalam interaksi
keluarga, dan nilai dari validasi terapi dalam proses perubahan (Satir dan
Bitter, 2000 dalam
Corey, 2009).
Pengalaman dan pendekatan humanis
disebut dengan model proses validasi manusia, dan tahapan kerja awal dengan
keluarga dikenal dengan terapi keluarga conjoint (Satir 1983). Satir dengan intuisi yang tinggi dan percaya bahwa spontanitas,
kreativitas, humor, pengungkapan diri, pengambilan resiko, dan sentuhan pribadi; merupakan
bagian dari family systems therapy. Dalam pandangannya, teknik tersebut
adalah sekunder terhadap hubungan yang dikembangkan terapis dengan keluarga.
d)
Experiential
Family Therapy
Carl Whitaker adalah pelopor terapi
keluarga berdasarkan pengalaman, dikenal juga dengan pendekatan experiential-symbolic; sebuah aplikasi
terapi eksistensial terhadap sistem keluarga, yang menekankan pada pilihan,
kebebasan, penentuan diri, pertumbuhan, dan aktualisasi (Whitaker dan Bumberry,
1988). Seperti Satir dan pendekatan eksistensial lainnya, Whitaker menekankan
pada pentingnya hubungan antara keluarga dengan terapis. Whitaker lebih
konfrontatif dalam menanggapi
“kenyataan”
daripada Satir, yang lebih pada
pengasuhan. Terhadap tujuan hidupnya, dia hanya melihat keluarga,
dan bahkan mencoba berkomunikasi dan berasosiasi dengan keluarga.
Experiential Family Therapy dilakukan
untuk membuka topeng kepura-puraan dan menciptakan makna baru, membebaskan anggota
keluarga untuk menjadi diri sendiri. Whitaker tidak mengajukan berbagai macam
metode; yang membedakannya yakni
keterlibatan terapis dengan keluarga, dengan memunculkan reaksi spontan (dari
terapis atau konselor) terhadap situasi sekarang dan dirancang untuk
meningkatkan kesadaran klien, dan untuk
membuka interaksi yang baru dengan keluarganya.
e)
Structural-Strategic
Family Therapy
Asal usul terapi sistem keluarga dapat di telusuri dari awal 1960an ketika
Salvador Minuchin melakukan terapi, pelatihan dan penelitian pada anak remaja dari keluarga
miskin. Minuchin (1974) menjelaskan bahwa gejalan individual dapat dipahami
dari sudut pandang pola interaksi dengan keluarga dan bahwa perubahan struktural
harus terjadi dalam keluarga sebelum gejelan individual tersebut dikurangi atau
dieliminasi. Ada dua
tujuan dari structural family therapy, yaitu: 1) mengurangi
symptom disfungsi dan 2)
membawa
perubahan struktural dalam sistem dengan memodifikasi aturan keluarga dan
mengembangkan batasan yang lebih tepat.
Dalam akhir 1960an Jay Haley bergabung
dengan Minuchin di Philadelphia Child Guidance Clinic. Pada akhir 1970an,
pendekatan struktural-strategis paling banyak digunakan dalam family systems
therapy. Model ini berusaha mereorganisasi struktur disfungsional atau
problematis dalam keluarga, menetapkan batas, ketidakseimbangan, membuat
kerangka ulang, siksaan, dan pengumuman semuanya menjadi bagian dari proses
terapi keluarga. Tidak banyak berhubungan dengan eksplorasi atau interpretasi
masa lalu, tetapi lebih pada tipe pola interaksi, untuk mereorganisasi
subsistem atau hirarki keluarga, dan untuk memfasilitasi perkembangan
penggunaan transaksi yang lebih bermanfaat atau fleksibel.
Model struktural dan strategis berbeda
dalam hal bagaimana masing-masing memandang masalah keluarga: Minuchin (1974)
cenderung melihat kesulitan keluarga dan individual sebagai gejala-gejala.
Sementara Haley (1976) melihat mereka sebagai masalah ‘riil’ yang membutuhkan
jawaban ‘riil’. Kedua model
tersebut bersifat pengarahan, dan keduanya mengharap terapis atau konselor
untuk menguasai level keahlian tertentu untuk melakukan proses terapi keluarga.
Pada tahun 1974, Haley dan Cloe Madanes
memulai Lembaga Terapi Keluarga di Washington DC. Selama 15 tahun mereka
menulis, mengembangkan dan mempraktekkan terapi, dan memberikan pelatihan
intensif dalam terapi keluarga strategis. Pendekatan strategis mereka melihat
masalah yang ada sekarang sebagai riil dan metafora bagi fungsi sistem.
Penekanan yang besar diberikan kepada kekuasaan, kontrol, dan hirarki dalam
keluarga dan sesi terapi. Haley (1984) dan Madane (1981) lebih tertarik pada
aplikasi praktis intervensi strategis untuk memperbaiki masalah keluarga
daripada memformulasikan teori terapi berbeda dari model struktural. Ini secara
khusus terbukti pada model Madanes (1990) untuk bekerja dengan keluarga yang
memasukkan pelanggaran gender. Madanes membawa perspektif humanistis kepada
terapi strategis dengan mengalamatkan perlunya cinta dan menekankan pada aspek
terapi perawatan.
f)
Recent
Innovations
Dalam beberapa dekade yang
lalu, feminism, multiculturalism, dan postmodern social
constructionism telah memasuki seluruh bidang terapi keluarga. Model ini
lebih kolaboratif, memperlakukan klien–individual, pasangan atau keluarga-
sebagai ahli dalam kehidupan mereka sendiri. Percakapan terapi mulai dengan
konselor dalam "decentered" atau posisi "tidak-tahu"
di mana klien didekati dengan rasa ingin tahu dan dengan perhatian. Terapis
secara sosial aktif membantu klien dalam mengambil sikap menyesuiakan tindakan
yang akan dilakukan terhadap budaya dominan yang menindas mereka.
Tom Andersen (1987, 1991) mempraktekkan
family systems therapy di Norwegia Barat, dan pendekatan Family
Systems Therapy didasarkan pada psikiatri constructionism sosial,
Andersen telah mempelopori program kesehatan mental berbasis masyarakat dan
melakukan sebuah pendekatan “reflections teams” terhadap family
systems therapy.
Sebagaimana dengan perkembangan
individu, Family Systems dapat dilihat sebagai suatu proses perkembangan
yang berkembang dari waktu ke waktu. Model perkembangan kehidupan keluarga meliputi
family life cycle (siklus kehidupan keluarga) dan the family life
spiral.
FAMILY LIFE CYCLE
Jay Haley (1993) merupakan orang
pertaman yang memberikan penawarkan penjelasan secara rinci dari Family Life
Cycle (siklus kehidupan keluarga). Haley mengidentifikasi enam tahap
perkembangan, mulai dari masa saling mengenal hingga usia lanjut. Haley
tertarik dalam memahami kekuatan keluarga yang dimiliki oleh seorang individu
dan tantangan yang mereka hadapi ketika saat menjalani siklus kehidupan. Haley
memiliki hipotesis bahwa gejala-gejala dan disfungsi yang muncul ketika ada
gangguan dalam mengantisipasi siklus kehidupan terjadi secara alamiah.
Seiring waktu, ketegangan pasti akan
muncul dalam keluarga karena adanya perubahan perkembangan yang mereka hadapi
(Smith & Schwebel, 1995). Keluarga yang mengalami tekanan merupakan
keluarga yang akan intens untuk melakukan negosiasi antar anggota dalam hal-hal
tertentu yang dapat mempengaruhi proses transisi ke tahap selanjutnya dalam
siklus kehidupan keluarga mereka (Carter & McGoldrich 2004). Pada tingkatan
tertentu, tekanan ini dapat dilihat sebagai bagian dari respon keluarga
terhadap tantangan dan perubahan hidup mereka dalam proses melewati siklus
kehidupan mereka, misalnya, seorang pasangan mungkin akan mengalami ketegangan
untuk beberapa saat dengan orangtua mereka saat pasangan tersebut akan
melakukan proses transisi dengan kelahiran anak pertama mereka. Pada tingkat
lain, tekanan dimungkinkan muncul sebagai hasil warisan multigenerasi keluarga
yang dapat mempengaruhi dan menentukan sikap keluarga, hal-hal yang dianggap
tabu, harapan-harapan, dan pelabelan-pelabelan, serta isu-isu yang dimuat,
misalnya, selama beberapa generasi terdapat penggambaran (dan bahkan mungkin
telah menjadi aturan) bahwa laki-laki tidak bisa dipercaya untuk mengurusi
keuangan, dan terdapat kemungkinan untuk terjadinya penekanan yang dipaksakan
jika tidak ada wanita.
Ketika penekanan terjadi pada tingkat
yang lebih tinggi, maka dimungkinkan seluruh keluarga akan mengalami krisis
yang akut. Terapis atau konselor keluarga dapat menemukan kesulitan untuk
menentukan sumber yang tepat dari stres yang terjadi pada suatu keluarga, tanpa
mengetahui dan mengidentifikasi kondisi-kondisi lain yang juga berpengaruh
terhadap munculnya tekanan dan stres yang terjadi tersebut, baik yang telah
terjadi pada generasi-generasi sebelumnya maun yang sedang terjadi saat ini.
THE FAMILY LIFE SPIRAL
Combrinck-Graham (1985) membangun suatu
model nonlinier dari
pengembangan
strukutr keluarga yang disebut the family life spiral. Family life
spiral didalamnya mencakup berbagai macam tugas perkembangan dari tiga
generasi secara keseluruhan dan saling mempengaruhi satui dengan yang lain. Isu perkembangan
yang terjadi dalam setiap orang dapat dilihat kaitannya dengan anggota keluarga
yang lainnya. Family life spiral jika digambarkan tampak seperti tornado
yang terbalik. Family life spiral pada bagian atas menggambarkan
kedekatan keluarga selama periode sentripetal dan pada bagian bawah tergambar mewakili periode sentrifugal
dengan jarak yang lebih besar antara sesama anggota keluarga.
Centripetal Periods. Kedekatan
dalam kehidupan keluarga disebut dengan sentripetal untuk menunjukkan berbagai
kekuatan dalam sistem keluarga yang terus dipertahankan secara bersama-sama
(Combrinck-Graham, 1985). Centripetal Periods (CPs) ditandai dengan
orientasi batin yang membutuhkan sebuah ikatan yang intens dan kohesif,
misalnya anak usia dini, membesarkan anak, dan grandparenting. Baik
individu maupun anggota keluarga keluarga yang lain menekankan kehidupan
keluarga secara internal selama periode ini. Akibatnya, batas-batas antara
anggota menjadi lebih tersebar sehingga dapat meningkatkan kerjasama antar
anggota. Sebaliknya, berbeda dengan batas internal yang tersebar kepada sesama
anggota keluarga, batas-batas eksternal terkesan menjadi lebih dibatasi dan
seolah-olah sebuah keluarga “membuat sarang” untuk dapat mengurus dirinya
sendiri.
Centrifugal Periode.
Ketidakterikatan atau terpisah dalam kehidupan keluarga disebut sentrifugal
untuk menunjukkan dominasi kekuatan keluarga untuk menarik keluarga terpisah
(Combrinck-Graham, 1988). Centrifugal Periode (CF) yang ditandai dengan
orientasi ke luar dari sebuah keluarga. Dalam periode ini, fokus pembangunan
struktur keluarga adalah pada tugas-tugas yang menekankan pada identitas
pribadi dan otonomi, seperti remaja, paruh baya, dan pensiun, seiring dengan
hal tersebut, batas eksternal keluarga menjadi longgar, struktur keluarga lama
yang domodifikasi, dan jarak antara anggota keluarga biasanya meningkat.
The Family Merry-Go-Round. Istilah
sentripetal dan sentrifugal dalam hal ini menunjukkan adanya tarikan dan
dorongan kekuatan dalam struktur kehidupan keluarga. Jika dianalogikan,
kekuatan ini hampir sama dengan proses mengendarai komidi putar. Keluarga
berada dalam proses terus-menerus untuk saling mendorong dan menarik guna
menyesuaikan diri dengan berbagai macam peristiwa kehidupan. Periode dalam
keluarga dapat beralih dari periode sentripetal menjadi periode sentrifugal
bergantung pada tugas perkembangan yang akan dicapai dalam suatu tahapan siklus
kehidupan keluarga tersebut. Sebuah keluarga biasanya akan mencapai satu siklus
setiap 25 tahun. Periode ini merupakan waktu untuk menghasilkan generasi baru.
Dalam setiap siklus keluarga yang terjadi, anggota keluarga yang berbeda akan
mengalami pergeseran. Pergeseran dalam perkembangan ini disebut dengan oscillations
yang memberikan kesempatan bagi anggota keluarga untuk melatih kedekatan dan
dan keterlibatan dirinya dalam periode sentripetal dan kemandirian dalam
periode sentrifugal (Combrinck-Graham, 1985).
Implications for Practice. Periode
sentripetal maupun sentrifugal mendefinisikan kondisi patologis. Periode ini
menggambarkan gaya hubungan keluarga pada tahap tertentu dalam family life
spriral. Pembentukan suatu respon tertentu muncul ketika ada anggota
keluarga yang dihadapkan dengan suatu peristiwa di luar antisipasi family
life spiral. Misalnya, kematian mendadak, kelahiran anak cacat, penyakit
kronis, atau perang. Bagi beberapa keluarga, tekanan akan muncul terkait dengan
hal-hal tersebut. Intensitas dan durasi kecemasan keluarga akan mempengaruhi
kemampuan keluarga untuk membuat transisi yang diperlukan. Tujuan terapi
keluarga adalah untuk membantu keluarga melewati krisis yang terjadi selama
masa transisi, sehingga dapat melanjutkan ke tahap berikutnya dalam proses
kehidupan keluarga tersebut.
C. Perkembangan
perilaku
I. Struktur
Kepribadian
Sebagaimana
hakikat manusia dalam family systems therapy bahwa manusia (klien) dalam
perkembangan kehidupannya akan selalu berhubungan dengan sistem kehidupan, maka
perkembangan perilaku, termasuk didalamnya struktur kepribadian akan sangat
dipengaruhi oleh sistem yang ada dalam sebuah keluarga. Banyak faktor
yang berpengaruh terhadap lingkungan keluarga, diantaranya adalah Birth
Order And Family Constellation
Birth order and family constellation sering
disalahpahami, posisi anak dalam urutan kelahiran tidak deterministik, hanya
memberikan kemungkinan bahwa seorang anak akan memiliki berbagai jenis
pengalaman. Family constellation seseorang mencakup komposisi keluarga,
peran masing-masing orang, dan hubungan timbal balik seseorang yang telah
berlangsung dalam kehidupannya, baik dengan saudara dan maupun dengan orang
tua.Family systems therapy memiliki anggapan bahwa perkembangan individu
juga dipengaruhi konteks sosial yang terjadi, termasuk orangtua, saudara, dan
individu penting lainnya yang menciptakan hubungan dengan seorang anak, bukan
sebagai penerima pasif, melainkan anak-anak mempengaruhi bagaimana orang tua
dan saudara menanggapi mereka. Setiap anak datang untuk memainkan peran dalam
keluarga yang ditentukan oleh interaksi dan transaksi dalam keluarga. Meskipun
ada banyak faktor yang akan menunjukkan pengecualian, ada beberapa
karakteristik umum terkait dengan posisi urutan kelahiran, karakteristik umum
tersebut antara lain sebagai berikut :
a)
Anak Pertama (Anak Tertua)
Anak pertama
yang untuk sementara waktu menjadi anak tunggal akan merasa memiliki kehidupan
yang “baik” untuk beberapa periode waktu, mereka cenderung menjadi pusat
perhatian dan kadang-kadang manja. Namun, ketika saudara dilahirkan, anak
tertua cenderung merasa diturunkan dan mungkin merasa terancam, kurang dicintai
dan diabaikan, marah, takut, dan cemburu dalam menanggapi kehilangan peran
khusus mereka sebagai anak tunggal. Seringkali, anak-anak pertama (tertua)
mencoba untuk mendapatkan kembali posisi kembali dengan melakukan perbuatan
baik (misalnya, menjadi bertanggung jawab, sebagai pengurus adik-adiknya,
mengikuti kegiatan ekstra), dan dapat membantu anak pertama untuk menjadi lebih
afiliatif dan percaya diri.
Anak pertama (anak tertua) cenderung
menjadi yang paling cerdas,kemampuan verbal mereka sangat kuat. Anak pertama
yang tumbuh dalam keluarga orang dewasa, cenderung diandalkan, dan bertanggung
jawab. Mereka umumnya berkelakuan baik dan kooperatif, sesuai dengan harapan
masyarakat, banyak dari kemampuan mereka seringkali membantu mereka mencapai
posisi kepemimpinan.
b)
Anak kedua
Anak kedua
terkadang menemukan posisi diri mereka dalam posisi yang tidak nyaman. Selama
tahun-tahun awal, anak kedua terkadang memiliki seseorang yang lebih maju yang
ada di depannya. Situasi ini dapat diatasi jika saudara tertuanya adalah
laki-laki dan perempuan yang lahir satu tahun atau lebih sebelum kelahiran anak
kedua tersebut. Namun, jika anak sulung berhasil, anak kedua terkadang menjadi
mudah putus asa dan kurang memiliki harapan untuk mencapai suatu posisi atau
kegiatan yang ditempati oleh saudara tertuanya. Jika anak pertama lebih sukses,
semakin besar kemungkinan bahwa anak kedua akan mengembangkan karakteristik
kebalikan dari anak sulung/anak pertama dengan berorientasi pada prestasi anak
sulung.
Anak kedua terkadang merasa ada tekanan
untuk mengejar dan bersaing dengan anak tertua. Karena anak kedua lahir
biasanya menyadari bahwa mereka tidak dapat mengalahkan keberhasilan anak
sulung sudah tercapai, mereka tertarik ke arah usaha di mana saudara yang lebih
tua tidak lebih baik atau tidak tertarik pada usaha yang ditekuninya
tersebut. Pola umum adalah untuk anak sulung untuk unggul di daerah tradisional
seperti bahasa Inggris atau matematika dan untuk anak kedua berusaha sukses
dengan sebuah kreatifitas seperti menyanyi atau menggambar dan lebih menekankan
pada ranah sosial daripada keberhasilan akademis. Anak kedua cenderung lebih
peduli, ramah, dan ekspresif dari saudara mereka yang lebih tua.
c)
Anak Tengah
Sama seperti
anak kedua, anak-anak tengah memiliki saudara kandung yang memimpin, tetapi
mereka juga memiliki saudara yang dekat dengan mereka. Tidak hanya mereka harus
menjaga, tetapi juga mereka merasa bahwa mereka harus tetap berada di depan.
Terkadang anak-anak tengah kurang yakin akan kemampuan atau dirinya sendiri,
memiliki kelebihan dalam ranah sosial. Namun, beberapa anak tengah merasa
terjepit di antara anak-anak yang telah menemukan tempat mereka dan anak-anak
muda yang tampaknya untuk menerima lebih banyak cinta dan perhatian.
Anak tengah terkadang memiliki
kesulitan untuk menemukan cara menjadi lebih khusus dan bisa menjadi putus asa,
melihat diri mereka tidak atau kurang dicintai dan diabaikan. Pola ini biasanya
kurang jelas dalam keluarga yang besar di mana dua atau lebih anak berbagi
peran anak tengah tetapi sangat mungkin dalam keluarga dengan hanya tiga anak.
Dengan dorongan orangtua dan positif, bagaimanapun, anak-anak tengah sering
menjadi baik, memiliki penyesuaian diri yang baik, ramah, kreatif, dan
ambisius.
d)
Anak Bungsu
Anak bungsu
berada dalam tiga situasi. Pertama, mereka mungkin dimanjakan dan dimanjakan
oleh seluruh keluarga. Kedua, mereka mungkin merasa perlu untuk melakukan usaha
yang lebih (termasuk juga aspek waktu) hanya untuk bersaing dengan saudara
mereka yang lebih tua. Ketiga, mereka mungkin menjadi berkecil hati tentang
bersaing dengan mereka saudara dan saudari. Anak-anak bungsu sering
memposisikan diri mereka pada posisi yang membuat saudara-saudaranya menjadi
iri, karena mereka mungkin dimanjakan oleh orang tua dan saudara kandung yang
lebih tua. Terlalu banyak hal dapat dilakukan untuk mereka, termasuk membuat
keputusan dan mengambil tanggung jawab. Karena posisi yang “unik”, anak-anak
bungsu dapat dengan mudah mengalami patah semangat dan mengembangkan perasaan
rendah diri, mungkin karena ada harapan terbatas untuk kesuksesan mereka,
tetapi anak bungsu sering menjadi anak yang paling berhasil dalam keluarga.
Anak bungsu terkesan santai dalam menjalani hidup dan sepertinya tidak pernah
terjebak dalam perjuangan untuk mencapai sebuah prestasi.
Anak bungsu tidak pernah memiliki
kesempatan untuk menjadi yang pertama pada situasi dan kondisi apa pun, namun,
ia tetap mempertahankan sikap positif yang kuat tentang masa kecilnya dan kenyataan
bahwa saudara-saudaranya selalu tampak bersaing menjadi yang pertama, tidak
peduli seberapa mampu mereka, cenderung tidak dianggap serius oleh orang lain.
Keputusan dapat dilakukan untuk mereka, dan mereka mungkin tidak perlu
mengambil tanggung jawab yang lebih untuk diri mereka sendiri atau orang
lain.Namun, anak-anak yang lahir terakhir juga dapat memperoleh kekuatan yang
cukup besar dalam keluarga dan berkembang pada perhatian khusus yang mereka
terima. Mereka sering menjadi petualangan, santai, empatik, ramah, dan
inovatif. Mereka biasanya mengejar kepentingan mereka sendiri, semua itu
dilakukan untuk menghindari persaingan dengan saudara kandung. Sekutu mereka
yang paling mungkin adalah yang tertua, dan yang juga memiliki perasaan yang
berbeda.
e)
Anak Tunggal
Anak tunggal
memiliki banyak kesamaan dengan baik anak sulung dan anak bungsu. Mereka
mencari prestasi seperti anak sulung dan biasanya menikmati menjadi pusat
perhatian seperti anak bungsu. Anak tunggal adalah kondisi yang “unik”, mereka
tumbuh dalam dunia yang penuh dengan orang dewasa. Tidak ada anak-anak lain
dengan siapa untuk bersaing, sehingga anak hanya bekerja keras untuk mencapai
suatu tingkat kedewasaan tertentu. Ketika orang tua mereka sangat mampu, mereka
terkadang menemukan kesulitan untuk bersaing dan mengukur tingkat
keberhasilannya, dapat menjadi putus asa, dan mungkin menyerah. Jika anak
tunggal tidak mendapatkan posisi dalam keluarga dengan cara yang positif dan
konstruktif, mereka mungkin menjadi "baik" dalam kondisi nakal, beberapa
anak hanya menerima begitu banyak perhatian dan pelayanan dari orang –orang
dewasa yang ada disekitar mereka dan berusaha untuk tetap tidak berdaya dan
tidak bertanggung jawab. Mereka tidak menyerah, melainkan hanya tidak pernah
mulai untuk mencoba.
Anak tunggal terkesan diposisikan hanya
untuk menjadi sangat egosentris, karena mereka tidak harus berhadapan dengan
siapa pun (saudara) untuk berbagi. Karakteristik lain yang cukup khas dari anak
tunggal anak adalah bahwa mereka sering tumbuh dan menikmati menjadi pusat
perhatian. Hal ini terutama berlaku ketika anak adalah cucu pertama. Dalam
banyak kasus, anak tunggal dapat mengembangkan bakat dari satu jenis atau
beberapa jenis bakat sekaligus untuk dapat menjadi bintang.
Ketika anak tunggal sering mendapatkan
apa yang mereka inginkan dan melakukan berbagai hal dengan cara mereka sendiri,
mereka mungkin menolak untuk bersikap kooperatif dengan orang lain yang tidak
mau menjalankan sesuatu yang diinginkannya tersebut. Hanya anak-anak sering
mengembangkan keterampilan untuk berhubungan hanya untuk orang dewasa, terutama
jika dunia orang dewasa adalah lingkungan utama sosial mereka, bukan
sebaya mereka. Akibatnya, mereka menjadi penyendiri dan merasa tidak perlu
untuk membangun hubungan dengan anak-anak lain, sehingga memungkikankan jika
orangtua mereka merasa tidak aman atau nyaman,maka mereka dapat
mengadopsi kekhawatiran, ketidakamanan, ketidaknyamanan orang tua mereka
tersebut.
Variabel dalam keluarga dapat memiliki
dampak yang kompleks pada pola-pola ini. Sebagai contoh, ketika kembar lahir,
keluarga cenderung memperlakukan satu anak sebagai yang lebih tua daripada yang
lain, artifisial menentukan urutan kelahiran mereka. Ketika anak sulung adalah
seorang gadis atau terganggu dalam beberapa cara, keluarga mungkin secara tidak
sengaja atau dengan sengaja mempromosikan anak kedua ke posisi sulung. harapan
tinggi akan diberikan kepada anak itu, sementara sulung akan diperlakukan
seperti detik lahir. pemposisian mereka akan memberikan dampak pada kepribadian
dan perilaku mereka nantinya.
Prinsip-prinsip
konseling keluarga
1.
Setiap
anggota adalah sejajar, tidak ada satu yang lebih penting dari yang lain.
2.
Situasi
saat ini merupakan penyebab dari masalah keluarga dan prosesnyalah yang harus
diubah.
3.
Tidak
perlu memperhatikan diagnostik dari permasalahan keluarga, karena hal ini hanya
membuang waktu saja untuk ditelusuri.
4.
Selama
intervensi berlangsung, konselor/terapist merupakan bagian penting dalam
dinamika keluarga, jadi melibatkan dirinya sendiri.
5.
Konselor/terapist
memberanikan anggota keluarga untuk mengutarakan dan berinteraksi dengan setiap
anggota keluarga dan menjadi “intra family involved”.
6.
Relasi
antara konselor/terapist merupakan hal yang sementara. Relasi yang permanen
merupakan penyelesaian yang buruk.
7.
Supervisi
dilakukan secara riil/nyata (conselor/therapist center)
IV. Situasi Hubungan
Faktor jumlah klien (anggota keluarga) menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi hubungan antara konselor dan konseling. Dalam
konseling keluarga, konseling bisa lebih dari satu orang. Relasi antara anggota
keluarga amat beragam dan bersifat emosional, dan konselor harus melibatkan
diri atau berpartisipasi secara penuh dalam dinamika konseling keluarga.
Ada lima jenis relasi dalam konseling keluarga:
1.
Relasi
seorang konseli dengan konselor
2.
Relasi
antar konseli yang satu dengan yang lainnya
3.
Relasi
konselor dengan sebagian kelompok anggota keluarga
4.
Relasi
konselor dengan keseluruhan anggota keluarga
5.
Relasi
antar sebagaian kelompok dengan sebagian kelompok anggota lain, misalkan Ibu
yang memihak anak laki-laki dan ayah yang memihak anak perempuan.
F. Mekanisme pengubahan
I.
Tahap-tahap konseling
Proses
dalam konseling keluarga adalah:
1.
Pengembangan
Rapport, merupakan suasana hubungan
konseling yang akrab, jujur, saling percaya, sehingga menimbulkan keterbukaan
dari konseli. Upaya pengembangan rapport ini ditentukan oleh aspek-aspek
diri konselor yakni kontak mata; perilaku non verbal (erilaku attending, bersahabat/akrab,
hangat, luwes, ramah, jujur/asli, penuh perhatian); dan bahas lisan/verbal yang
baik.
2.
Pengembangan
apresiasi emosional,
dimana munculnya kemampuan untuk menghargai perasaan masing-masing anggota
keluarga, dan keinginan mereka agar masalah yang mereka hadapi dapat
terselesaikan semakin besar. Muncul dinamika interaksi dari semua individu yang
terlibat dalam konseling.
3.
Pengembangan
alternative modus perilaku.
Dalam tahap ini, baik konseli maupun anggota keluarga mengembangkan dan
melatihkan perilaku-perilaku baru yang disepakati berdasarkan hasil diskusi
dalam konseling. Pada tahap ini muncul home assignment, yaitu
mencobakan/mempraktikan perilaku baru selama masa 1 minggu (misalnya) di rumah,
kemudian akan dilaporkan pada sesi berikutnya untuk dibahas, dievaluasi, dan
dilakukan tindakan selanjutnya.\
4.
Fase
membina hubungan konseling.
Adanya acceptance, unconditional positive regard, understanding,
genuine, empathy
II.
Teknik-teknik konseling
Teknik-teknik dalam konseling keluarga berkembang dengan
pesat memasuki tahun 1970-an. Inovasi teknik terapeutik diperkenalkan termasuk
pendekatan behavioral yang dikaitkan dengan masalah-masalah keluarga. Pada tahu
1980-an, konseling perkawinan dan konseling keluarga menjadi satu. Para
praktisi dari berbagai disiplin keahlian menjadikan konseling keluarga sebagai
ciri propesional mereka. Pada saat sekarang, konseling keluarga lebih
menekankan penanganan masalah-masalah secara kontekstual daripada secara terpisah
dengan individu-individu. Tantangan yang dihadapi oleh konseling keluarga pada
tahun 1980-an adalah mengintegrasikan berbagai pendekatan konseling keluarga
dan menggunakan kombinasi-kombinasi dari teknik-teknik yang dibutuhkan untuk
populasi-populasi yang berbeda.
Teknik-teknik
yang digunakan dalam konseling keluarga adalah:
a)
Sculpting, yaitu teknik yang mengijinkan
anggota-anggota keluarga untuk menyatakan kepada anggota lain, persepsinya
tentang berbagai masalah hubungan yang ada diantara anggota-anggota keluarga.
Konseli dapat menyatakan isi hati dan persepsinya tanpa cemas. Sculpting
digunakan untuk mengungkapkan konflik keluarga melalui verbal, baik perasaan
maupun tindakan.
b)
Role
Playing,
yaitu teknik dengan memberikan peran tertentu kepada anggota keluarga. Peran
tersebut adalah peran orang lain dikeluarga tersebut. Contohnya anak diminta
memainkan peran sebagai ayahnya. Tujuan teknik adalah untuk konseli terlepas
dari perasaan penghukuman, tertekan, dan lainnya.
c)
Silence, yaitu teknik yang digunakan untuk
menunggu suatu gejala perilaku baru muncul, pikiran baru, respons baru. Teknik
ini digunakan saat anggota keluarga berada dalam konflik dan frustrasi karena
salah satu anggota keluarga yang suka bertindak “kejam”, sehingga mereka datang
saat konseling dengan tindakan tutup mulut.
d)
Confrontation, yaitu teknik yang digunakan untuk
mempertentangkan pendapat-pendapat anggota keluarga yang terungkap dalam
wawancara konseling keluarga. Tujuannya adalah untuk anggota keluarga saling
berterus terang, jujur, dn menyadari perasaan masing-masing.
e)
Teaching
via questioning,
yaitu teknik mengajar anggota keluarga dengan cara bertanya, contoh: “bagaimana
kalau prestasimu menurun? Apakah kamu senang kalau orangtuamu sedih?”
f)
Listening, yaitu teknik yang digunakan agar
pembicaraan seorang anggota keluarga didengarkan dengan sabar oleh yang lain.
Tujuannya adalah untuk mendengarkan dengan perhatian.
g)
Recapitulating, yaitu teknik mengikthisarkan atau
merangkum/menginterpretasi pembicaraan yang bergalau pada setiap anggota
keluarga, dengan tujuan agar pembiacaraan menjadi terarah dan terfokus.
h)
Clarification,
yaitu teknik yang digunakan untuk
memperjelas pernyataan atau perasaan yang diungkapkan secara samar-samar oleh
anggota keluarga. Biasanya teknik ini lebih menekankan kepada aspek makna
kognitif dari suatu pernyataan verbal konseli atau anggota keluarga lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar