2.1
Kecemasan
2.2.1
Pengertian Kecemasan
Kecemasan atau
dalam Bahasa Inggrisnya “anxiety” berasal dari Bahasa Latin “angustus” yang
berarti kaku, dan “ango, anci” yang berarti mencekik.
Menurut
Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego
untuk memperingatkan individu tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya
sehingga dapat disiapkan reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan berfungsi
sebagai mekanisme yang melindungi ego karena kecemasan memberi sinyal kepada
kita bahwa ada bahaya dan kalau tidak dilakukan tindakan yang tepat maka bahaya
itu akan meningkat sampai ego dikalahkan.
Menurut
Chaplin (1995), kecemasan merupakan perasaaan campuran yang berisikan ketakutan
dan keprihatinan mengenai masa-masa mendatang tanpa sebab khusus. Pernyataan
tersebut menjelaskan bahwa kecemasan dimaksudkan untuk menunjukkan suatu
keadaan yang tidak tenang atau suatu kegelisahan. Hal ini menggambarkan suatu
respon yang berhubungan dengan fisik maupun psikologis terhadap stimulus yang
mengancam dirinya dan situasi tersebut menekan dirinya atau dengan kata lain
dia dipaksa untuk melakukan kegiatan diluar kemampuannya. Dengan demikian,
kecemasan menunjukkan pada suatu reaksi emosi yang tidak menyenangkan.
Menurut Frued (Spielberger, 1966),
kecemasan adalah suatu kondisi atau perasaan yang tidak menyenangkan.
Spielberger (1972) berpendapat bahwa kecemasan merupakan reaksi emosional yang
tidak menyenangkan terhadap bahaya nyata atau imajineryang disertai dengan
perubahan sistem syaraf otonom dan pengalaman subjektif sebagai “tekanan“,
“ketakutan“ dan “kegelisahan“.
2.2.2
Kecemasan sebagai bagian dari Proses Emosional
Spielberger (1972;
43) berpendapat bahwa kecemasan merupakan hal yang mendasar dalam emosi
individu. Jadi dalam membahas kecemasan kita tidak dapat melepaskan diri dari
membahas bidang emosi. Para ahli menemui kesulitan dalam membahas bidang emosi
ini karena terdapat bermacam-macam variasi dari definisi mengenai emosi. Kesulitan
para peneliti di bidang emosi, menurut Spielberger disebabkan oleh kondisi dan
reaksi emosional yang sangat bervariasi dan sangat fluktuatif sepanjang masa.
Spilberger berpendapat : “Many different conceptional of emotion have been
proposed none has achieved any wide degree of acceptance as yet” (Spielberger,
1972; 25). Banyak konsep yang berbeda mengenai emosi yang telah diusulkan
tetapi tidak ada yang mendapatkan penerimaan yang luas hingga kini
(Spielberger, 1972; 25).
Penjelasan mengenai
kecemasan sebagai proses emosional, diutarakan oleh Sieber berdasarkan
penjabaran dari teori Spielberger (Sieber, 1997 : 26-27), bahwa kecemasan
mengikuti komponen keurutan sebagai berikut :
Komponen kecemasan
sebagai proses emosional
Berdasarkan bagan
diatas, akan dijelaskan sebagai berikut :
1.
Evaluation situation
Evaluasi
yang dilakukan oleh seseorang terhadap suatu situasi yang mempunyai nilai
ancaman yang merupakan stressor paling potensial dalam menyebabkan timbulnya
kecemasan.
2.
Perception of situation
Persepsi
seseorang mengenai suatu situasi. Siuasi yang memiliki nilai selanjutnya
diberikan pemaknaan tertentu. Hasil pemaknaan tergantung kepada evaluasi
situasi yang sebelumnya sudah dialakukan dan juga sebelumnya ada proses belajar
dalam diri orang tersebut.
3.
Anxiety State Reaction
Apabila
seseorang menilai suatu situasi sebagai situasi yang berbahaya maka akan timbul
reaksi kecemasan sesaat. Kompleksitas respon dikenal sebagai reaksi kecemasan
sesaat yang diikuti respon fisiologis. Emosi yang muncul dapat berupa perasaan
tertekan, tidak berdaya dan khawatir mengenai ketidakmampuan mengerjakan
sesuatu dengan baik, dan merasa malu.
4.
Cognitive Reappraisal
Pada
tahap ini seseorang akan menilai kembali kondisi-kondisi yang menekan dan
mencoba mencari jalan keluar untuk megatasinya. Selanjutnya orang tersebut akan
menentukan apakah dia akan mengatasi kecemasannya, deffense, atau kah menghindar dari kondisi-kondisi yang dirasakan
mengancam.
5.
Coping, Defense or Avoidance Behavior
Coping yaitu
seseorang mendapatkan cara untuk memecahkan masalah secara efektif. Misalnya,
ketika hamil ibu tersebut merasakan kecemasan mengenai kehamilannya, sebagai
coping untuk masalah ini ibu hamil memeriksakan kondisi kehamilannya secara
teratur agar kondisi kandungannya dapat terpantau.
Defense yaitu
seseorang berusaha untuk menolak kecemasan yang dialaminya. Misalnya, sebenarnya
ibu hamil X mengalami kecemasan setelah dia mendengarkan cerita mengenai proses
persalinan yang diceritakan oleh tetangganya, namun ibu hamil X ini mengatakan
bahwa dia tidak merasa cemas dan takut dengan proses persalinan yang nantinya
akan dijalani.
Avoidance yaitu seseorang meninggalkan situasi yang
membuatnya merasa terancam. Misalnya, ketika ibu hamil mengalami kecemasan
ketika mendengarkan cerita yang mengerikan mengenai kehamilan dari tetangganya,
ibu hamil tersebut memilih untuk pergi meninggalkan tetangganya dan mengalihkan
pikirannya dengan kegiatan yang lain.
2.2.3
Teori Kecemasan
Konsep kecemasan
yang dikemukakan oleh Spielberger disusun sebagai usaha untuk mempertemukan
banyaknya pendapat mengenai kecemasan.
Penjelasan mengenai kecemasan sebagai berikut :
A-State will be use
to refer the complex emotional reaction that are evoked in individuals who
interpret specific situation as personality threatening (Spielberger, 1972).
State
anxiety digunakan untuk merujuk pada reaksi emosional yang kompleks yang muncul
pada diri individu yang menginterpretasikan dituasi spesifik sebagai situasi
yang mengancam secara personal (Spielberger, 1972).
Kecemasan
sesaat akan meningkat apabila individu merasa dirinya dalam keadaan terancam
dan akan menurun kembali jika individu sedah merasa aman. Individu menhayati
kecemasan sesaat ini secara subjektif, mengalami perasaan ketakutan, khawatir
dan gelisah yang disertai dengan pengaktifan sistem syaraf otonom. Pada
dasarnya, kecemasan sesaat melibatkan proses dan keurutan peristiwa temporer
yang timbul karena adanya stimulus dari dalam (pikiran atau ide) maupun dari
luar yang mengundang bahaya atau ancaman. Stimulus yang mengancam tersebut juga
dipengaruhi oleh sikap, kemampuan danpengalaman masa lalu serta kecemasan dasar
(trait anxiety) yang sifatnya menetap
dalam diri individu.
Pengertian kecemasan dasar menurut Spielberger, 1972
adalah :
“trait anxiety refers to stable
personality differences in anxiety proneness. It is not manifested directly in
behavior, rather it is inffered from the frequency and intensity of the
individuals anxiety states“ (Spielberger, 1972).
Kecemasan
dasar mengacu pada perbedaan kepribadian dalam kecenderungan mengalami
kecemasan. Kecemasan tidak terlihat langsung dalam perilaku, melainkan dilihat
dari intensitas dan frekuensi kecemasan sesaat yang dialami oleh masing-masing
individu (Spielberger, 1972).
Kecemasan
dasar merupakan refleksi pengaruh terhadap pengalaman masa lalu yang beberapa
hal dianggap menentukan perbedaan individu dalam kecenderungan anxiety, yaitu
dalam disposisi untuk melihat jenis situasi sebagai hal yang berbahaya dan
memberi respon-respon bersama kecemasan sesaat. Pengalaman masa lalau pada
perkembangan masa kanak-kanak seperti hubungan anatar orang tua dengan anak
yang berkisar pada pemberian hukuman dengan intensitas dan frekuensi yang sring,
akan membentuk kecemsan dasar yang merupakan bagian dari pola kepribadian
(Spielberger, 1972).
State anxiety pada individu sangat dipengaruhi oleh bagaimana cara
individu menilai stimulus yang masuk ke dalam dirinya, proses penilaian
individu terhadap stimulus yang masuk ke dalam dirinya ini dinamakan oleh
Spielberger sebagai Cognitive Appraisal.
Spielberger (1972) mengungkapkan bahwa terdapat dua
karakteristik individu yang dapat mempengaruhi cognitive appraisal yang dimilikinya, yaitu commitment dan belief.
Commitment memberikan makna penting dari suatu situasi bagi individu.
Apabila seseorang telah membuat commitment yang kuat terhadap suatu situasi,
maka hal atau situasi tersebut akan menjadi sangat bermakna bagi individu. Belief merupakan suatu pengolahan kognitif yang
terbentuk karena pemikiran individu atau diperoleh melalui budaya. Terdapat dua
macam belief yang sangat berpengaruh
terhadap cognitive appraisal
seseorang, yaitu :
- Belief tentang control diri, belief ini mencerminkan
penghayatan individu mengenai sejauh mana individu yang bersangkutan
merasa mampu mengendalikan lingkungan atau dapat bertahan terhadap sesuatu
kejadian yang mengancam dirinya.
- Eksistensial belief, merupakan belief yang bersifat
umum, yang memungkinkan seseorang untuk menciptakan makna kehidupan bagi
dirinya, serta untuk menumbuhkan harapan positif pada individu yang
mengalami kesulitan, misalnya berupa keyakinan akan tuhan, nasib, takdir,
dan sebagainya. Dengan kata lain menjelaskan apa yang diyakini sebagai suatu
kebenaran oleh individu, tanpa yang bersangkutan perlu menyukainya ataupun
membuktikan kebenarannya.
2.2.4
Proses Terjadinya Kecemasan
Dalam menjelasakan teori kecemasan dasar dan sesaat (tarit-state anxiety), Speilberger (1972)
menyajikan suatu bagan untuk mengklasifikasikan variabel-variabel utama yang
harus dipertimbangkan dalam penelitian di bidang kecemasan serta
kemungkinan-kemungkinan mengenai hubungan anatar variabel tersebut. Pada bagan
kecemasan dasar dan kecemasan sesaat, menunjukkan bahwa pada kecemasan dasar
tidak bergantung pada stressor. Berbeda halnya dengan kecemasan sesaat yang
kemunculannya bergantung pada ada atau tidaknya stressor. Adanya stressor
sebagai rangsang baik internal maupun eksternal akan melalui proses penilaian
yang disebut dengan “cognitive appraisal“
atau yang sering disebut juga sebagai penilaian kognitifyang dipengaruh oleh
beberapa hal. Hal-hal yang mempengaruhi penilaian kognitif adalah sikap,
kemampuan pengalaman masa lalu,dan kecemasan dasar dalam diri individu.
Menurut Spielberger (1972) terdapat dua bentuk stressor
yang dapat memberikan implikasi yang berbeda terhadap individu yang berbeda,
berkaitan dengan tingkat trait anxiety dalam diri individu :
1.
Individu
dengan tingkat kecemasan dasar yang tinggi akan menganggap keadaan dimana
individu tersebut sedang atau akan dinilai, sebagai keadaan yang mengancam bila
dibandingkan dengan individu yang memiliki tingkat kecemasan dasar yang rendah.
2.
Keadaan
yang dikarakteristikan secara fisik membahayakan, tidak mengakibatkan perbedaan
reaksi pada siri individu yang memiliki tingkat kecemasan dasar yang tinggi
maupun yang rendah, artinya keduanya akan menampilkan reaksi yang sama.
Perbedaan tingkat kecemasan sesaat akan terjadi bila yang
menjadi ancaman tersebut berupa ancaman terhadap harga dirinya, sedangkan
keadaan yang secara fisik benar-benar mengancam tingkat kecemasan sesaatnya
tidak berbeda. Asumsi-asumsi dari teori kecemasan
dasar sesaat Spilberger dapat disimpulkan sebagai berikut :
- Dalam situasi yang ditandai individu sebagai keadaan yang mengancam,
maka reaksi A-State akan tergugah. Melalui mekanisme umpan balik
sensoris dan kognitif, taraf anxiety state yang tinggi dialami
sebagai keadaan yang tidak menyenangkan.
- Intensitas suatu reaksi A-State
akan sebanding dengan besarnya ancaman yang dihadapi.
- Lamanya reaksi A-State
tergantung pada intepretasi individu mengenai apakah keadaan tersebut
sebagai keadaan yang membahayakan atau tidak.
- Individu dengan A-Trait yang
tinggi akan menganggap situasi atau keadaan yang berkaitan dengan
kegagalan dan ancaman-ancaman terhadap harga diri sebagai keadaan yang
lebih mengancam dibandingkan individu dengan A-Trait rendah.
- Peningkatan dalam A-State
memiliki unsur penggerak yang tercermin secara langsung dalam tingkah laku
atau yang menggerakkan defense-defense psikologik (defense mechanism) yang di masa lalu efektif dalam mengurangi A-State. Situasi stressfull yang
sering dihadapi, dapat mengakibatkan berkembangnya suatu pola usaha
tertentu atau defense mechanism untuk mengurangi taraf A-State.
Terjadinya state
anxiety melalui beberapa proses yang bertahap. Proses tersebut adalah
sebagai berikut :
1.
State
anxiety merupakan tingkah laku cemas yang tampak pada
individu. State anxiety terjadi
karena adanya rangsang yang mengenai individu dan diri individu tersebut.
2.
Rangsang itu dianggap sebagai suatu
rangsang yang berbahaya dan mengancam. Rangsang tersebut dapat berasal dari
luar ataupun dari dalam diri individu.
3.
Penilaian individu terhadap rangsang
yang berbahaya dipengaruhi oleh pengalaman dan keberhasilan individu tersebut
dalam mengatasi rangsang sejenis dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri,
perasaan subjektif individu terhadap bayangan-bayangan yang mencemaskan
terhadap rangsang yang dihadapinya dan juga dipengaruhi oleh besar kecilnya trait anxiety yang berbeda antara
individu yang satu dengan individu yang lain.
4.
Suatu stressor yang tidak mendapat makna
subjektif sebagai hal yang mengancam tidak akan menimbulkan state anxiety pada individu dan tingkah
laku cemas tidak akan muncul. Sedangkan stressor yang mempunyai makna mengancam
akan meningkatkan trait anxiety, baik
pada individu yang kecemasan dasarnya besar maupun yang kecemasan dasarnya (trait anxiety) kecil. Akan tetapi
peningkatan trait anxiety tidak
secara otomatis merupakan peningkatan state
anxiety individu juga.
5.
Penggunaan mekanisme pertahanan diri
yang tepat dapat meredakan peningkatan trait
anxiety. Hal ini mungkin tidak meningkatkan state anxiety individu dan tingkah laku yang ditampilkan individu
bukan merupakan tingkah laku cemas sekalipun individu mempunyai state anxiety yang besar. Intensitas
tergugahnya state anxiety sebanding
dengan besar kecilnya ancaman yang dihayati individu. Semakin besar ancaman
yang dirasakan, semakin besar intensitas state
anxiety. Sedangkan lamanya suatu rangsang dirasakan mengancam tergantung
pada pengalaman individu dalam menghadapi situasi tersebut di masa lalu.
6.
State
anxiety yang tergugah akan mengaktifkan sistem syaraf
otonom dalam diri individu sehingga terjadi reaksi-reaksi fisiologis tubuh
tertentu. Individu yang dihadapkan pada rangsang yang mengancam dan
meningkatkan kecemasan sesaatnya akan berusaha untuk mengindari dan mereduksi
kecemasan tersebut sebagai upaya untuk menyesuaikan diri.
Keberhasilan ataupun kegagalan individu dalam
penggunaan mekanisme pertahanan diri ini akan merupakan umpan balik yang
mempengaruhi penilaian kognitif individu sehingga individu menjadi lebih
selektif dalam menggunakan mekanisme pertahanan diri di masa yang akan datang.
2.2.5
Gejala-gejala kecemasan
Kagan
dan Havemann (1972) menyatakan bahwa individu yang
mengalami kecemasan memiliki tanda-tanda sejumlah perubahan pada tubuh dan
sensasi dikemudiannya. Tanda-tandanya antara lain : jantung berdebar-debar,
munculnya perasaan kehabisan nafas dan mengalami kesulitan bernafas, tremor dan
bergetar dan munculnya perasaan geli pada kulit. Tangan cenderung untuk
berkeringat dan berkedut.
Endler,
Hunt dan Rosenstein (Dalam Kutash dan Schelesinger, 1980)
menyatakan bahwa gejala yang muncul pada individu yang mengalami kecemasan
adalah berkeringat, memiliki perasaan tidak nyaman, gembira yang berlebihan,
sakit perut, tegang, detak jantung yang menigkat dan mempunyai perasaan
khawatir.
Beck,
Emery dan Greenberg (dalam Wolman, 1994) mengabungkan tanda
fisik dan psikis individu yang mengalami kecemasan, yaitu : munculnya rasa geli
atau mati rasa, perasaan panas, kaki yang tidak bertenaga, tidak mampu merasa
santai, takut bila terjadi sesuatu yang buruk, pusing, jantung yang
berdebar-debar, tidak stabil, nervous, merasa tersedak, tangan dan tubuh
gemetar, takut kehilangan kontrol, sulit bernafas, takut akan kematian, sakit
perut, muka yang memerah dan berkeringat (bukan disebabkan oleh udara yang
panas).
American Psychiatric Association 2005,
menyebutkan bentuk dan gejala dari
kecemasan diantaranya : Perasaan panik dan takut yang berlebihan, gangguan
pikiran yang tidak terkendali, terganggu oleh memori atau kenangan yang
menyakitkan, mimpi buruk yang terus berulang. Munculnya Gejala fisik seperti
mual, berkeringat, rasa menggelitik di dalam perut, jantung berdebar, mudah
terkejut, ketegangan otot, sakit kepala, sulit berbicara, sulit menelan.
Penelitian
yang dilakukan oleh Sue, et all (dalam Haber dan Runyon), menemukan cara
untuk mengetahui kecemasan, melalui :
1.
Kognitif : Individu yang mengalami
kecemasan akan terlalu terpaku terhadap bahaya yang tidak dikenal atau tidak
jelas, mengalami kesulitan berkonsentrasi, sulit membuat keputusan dan akan
mengalami kesulitan tidur.
2.
Tingkah Laku Motorik : Kecemasan dapat
dilihat dari apa yang telah ditampilkan dalam tingkah laku seperti : perilaku
menggigit kuku, gemetar, menggigit bibir atau gelisah
3.
Somatik
: Terwujud dalam reaksi fisik dan biologis seseorang. Misalnya: mulut kering,
tangan dan kaki berkeringat, jantung berdebar, sesak nafas, sakit perut, tekanan
darah meningkat dan lain sebagainya.
4.
Afektif
: Terwujud melalui kondisi emosi seseorang seperti perasaan tegang, perasaan
diteror, perasaan tidak nyaman, rasa khawatir yang berlebihan.
2.2.6
Dukungan Sosial, Stress sebelum melahirkan dan Kecemasan
Individu-individu
yang tinggi dalam stress dan rendah dalam mendukung pasangan merupakan individu
yang paling mungkin mengalami kecemasan selama kehamilan. Tilden (Sarason,
1983) melaporkan temuan yang sama untuk hubungan antara berbagai dukungan
(emosional, informasi dan tangible) dan keseimbangan emosional, indeks komposit
state anxiety, trait anxiety, depresi
dan harga diri.
Temuan
mengenai status perkawinan dan ketegangan psikologis mungkinmerupakan fungsi
dalam mendukung perempuan yang telah menerima dukungan dari pasangan memainkan
peranan yang pentinga dalam mengurangi stress, kegelisahan dan depresi selama
kehamilan, jika dibandingkan dengan sumber-sumber bantuan lain. Contohnya,
wanita dengan suami yang mendukung cenderung memiliki stress dan kecemasan yang
lebih rendah pada setiap trimester kehamilannya. Wanita dengan kepercayaan diri
yang tinggi memiliki tingkat kecemasan lebih rendah, terlebih lagi pada wanita
yang banyak memiliki teman dan kerabat tingkat kecemasannya akan lebih rendah.
Blh tau ini sumbernya dr buku apa? info dong utk skripsi. Bs hubungi ke email saya "ralan.sumerar@gmail.com" Tq yah sblmnya.
BalasHapus