Eysenck berpendapat dasar umum
sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait.
Dia juga berpendapat bahwa semua tingkahlaku dipelajari dari lingkungan.
Menurutnnya kepribadian adalah keseluruhan pola tingkahlaku aktual maupun
potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dan lingkungan.
Pola tingkahlaku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari
empat sektor utama yang mengorganisir tingkahlaku; sektor kognitif
(intelligence), sektor konatif (character), sektor afektif (temperament),
sektor somatik (constitution).
HIRARKI FAKTOR-FAKTOR KEPRIBADIAN
Kepribadian sebagai organisasi
tingkahlaku oleh Eysenck dipandang memiliki empat tingkatan hirarkis,
beturut-turut dari hirarki yang tinggi ke hirarki yang rendah: tipe – traits –
habit – respon spesifik.
1.
Hirarki
tertinggi: Tipe,
kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang
luas.
2.
Hirarki
kedua: Trait,
kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau
mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan
permanen.
3.
Hirarki
ketiga: Kebiasaan
tingkahlaku atau berfikir, kumpulan respon spesifik, tingkahlaku/fikiran yang
muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip.
4.
Hirarki
terendah: Respon
spesifik, tingkahlaku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai
respon terhadap suatu kejadian.
Eysenck menemukan tiga dimensi tipe,
yakni ekstraversi (E), neurotisisme (N), dan psikotisme (P). Masing-masing
dimensi saling asing, sehingga dapat berlangsung kombinasi antar dimensi secara
bebas. Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga semuanya
ada 27 trait. Trait dari ekstraversi adalah: sosiabel (sociable), lincah (lively),
aktif (active), asertif (assertive), mencari sensasi (sensation seeking), riang
(carefree), dominan (dominance), bersemangat (surgent), berani (venture some).
Trait dari neurotisisme adalah: cemas (anxious), tertekan (depressed), berdosa
(guild feeling), harga diri rendah (low self esteem), tegang (tension),
irasional (irrational), malu (shy), murung (moody), emosional (emotional).
Trait dari psikotisme adalah: agresif (aggressive), dingin (cold), egosentrik
(egocentric), takpribadi (impersonal), impulsif (impulsive), antisosial
(antisocial), tak empatik (tak empatik), kreatif (creative), keras hati
(tough-minded).
TIPE
Eysenck menemukan dan
mengelaborasikan tiga tipe – E,N,P- tanpa menyatakan secara eksplisit peluang
untuk menemukan dimensi yang lain pada masa yang akan datang.
Neurotitisme dan Psikotisme itu
bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang mengalami gangguan akan
memperoleh skor yang ekstrim. Tiga dimensi itu adalah bagian normal dari
struktur kepribadian. Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi lawannya
introversi, neurotisisme lawannya stabilita, dan psikotisme lawannya fungsi
superego. Semua orang berada dalam rentangan bipolar itu mengikuti kurva
normal, artinya sebagian besar orang berada ditengah-tengah polarisasi, dan
semakin mendekati titik ekstrim, jumlahnya semakin sedikit.
1. Ekstraversi
Konsep Eysenck mengenai ekstraversi
mempunyai sembilan sifat sebagaimana ditunjukkan oleh trait-trait dibawahnya,
dan introversi adalah kebalikan dari trait ekstraversi, yakni: tidak sosial,
pendiam, pasif, ragu, banyak fikiran, sedih, penurut, pesimis, penakut.
Eysenck yakin bahwa penyebab utama
perbedaan antara ekstraversi dan introversi adalah tingkat keterangsangan
korteks (CAL = Cortical Arausal Level), kondisi fisiologis yang sebagian besar
bersifat keturunan. CAL adalah gambaran bagaimana korteks mereaksi stimulasi
indrawi. CAL tingkat rendah artinya korteks tidak peka, reaksinya lemah.
Sebaliknya CAL tinggi, korteks mudah terangsang untuk bereaksi. Orang yang
ekstravers CAL-nya rendah, sehingga dia banyak membutuhkan rangsangan indrawi
untuk mengaktifkan korteksnya. Sebaliknya introvers CAL-nya tinggi, dia hanya
membutuhkan rangsangan sedikit untuk mengaktifkan korteksnya. Jadilah orang
yang introvers menarik diri, menghindar dari riuh-rendah situasi
disekelilingnya yang dapat membuatnya kelebihan rangsangan.
Orang introvers memilih aktivitas
yang miskin rangsangan sosial, seperti membaca, olahraga soliter (main ski,
atletik), organisasi persaudaraan eksklusif. Sebaliknya orang ekstravers
memilih berpartisipasi dalam kegiatan bersama, pesta hura-hura, olahraga beregu
(sepakbola, arung jeram), minum alkohol dan mengisap mariyuana. Eysenck
menghipotesakan ekstravers (dibanding introvers) melakukan hubungan seksual
lebih awal dan lebih sering, dengan lebih banyak pasangan, dan dengan perilaku
seksual yang lebih bervariasi. Ektravers yang ketagihan alkohol dan narkotik
cenderung mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar.
2. Neurotisisme
Seperti ekstraversi-introversi,
neurotisisme-stabiliti mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck
melaporkan beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar genetik dari trait
neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan obsesif-kompulsif. Juga ada
keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari kembar-fraternal dalam hal
jumlah tingkahlaku antisosial dan asosial seperti kejahatan orang dewasa,
tingkahlaku menyimpang pada anak-anak, homoseksualitas, dan alkoholisme.
Orang yang skor neurotiknya tinggi
sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit
kembali normal sesudah emosinya meningkat. Namun neurotisisme itu bukan
neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja mendapat skor neurotisisme
yang tinggi tetapi tetap bebas dari simpton gangguan psikologis. Menurut Eysenck,
skor neurotisisme mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model);
yakni skor N yang tinggi lebih rentan untuk terdorong mengembangkan gangguan
neurotik dibanding skor N yang rendah, ketika menghadapi situasi yang menekan.
Dasar biologis dari neurotisisme
adalah kepekaan reaksi sistem syaraf otonom (ANS=Automatic Nervous Reactivity).
Orang yang kepekaan ANS-nya tinggi, pada kondisi lingkungan wajar sekalipun
sudah merespon secara emosional sehingga mudah mengembangkan gangguan neurotik.
Neurotisisme dan ekstraversi dapat digabung dalam bentuk hubungan CAL dan ANS,
dan dalam bentuk garis absis ordinat. Kedudukan setiap orang pada bidang dua
dimensi itu tergantung kepada tingkat ekstraversi dan neurotisismenya.
Pada tabel, A adalah orang
introvert-neurotik (ekstrim introvers dan ekstrim neurotisisme) atau orang yang
memiliki CAL tinggi dan ANS tinggi. Orang itu cenderung memiliki
simpton-simpton kecemasan, depresi, fobia, dan obsesif-kompulsif, yang oleh
Eysenck disebut mengidap gangguan psikis tingkat pertama (disorders of the
first kind). B adalah orang ekstravers-neurotik atau orang yang memiliki CAL
rendah dan ANS tinggi. Orang itu cenderung psikopatik, kriminal dan delingkuen,
atau mengidap gangguan psikis tingkat kedua (disorders of the second kind). C
adalah orang normal yang introvers; tenang, berfikir mendalam, dapat dipercaya.
D adalah orang yang normal-ekstravers; riang, responsif, senamg bicara/bergaul.
Subyek
|
Dimensi
|
CAL
|
ANS
|
Simptom
|
(C)
|
Introver-Stabilita
|
Tinggi
|
Rendah
|
Normal
introvers
|
(A)
|
Introver-Neurotik
|
Tinggi
|
Tinggi
|
Gangguan
psikis tingkat pertama
|
(D)
|
Ekstravers-Stabilitas
|
Rendah
|
Rendah
|
Normal
ekstravers
|
(B)
|
Ekstraver-Neurotik
|
Rendah
|
Tinggi
|
Gangguan
psikis tingkat kedua
|
Neurotisisme dan Extraversi-Introversi
Masalah lain yang diselidiki Eysenck
adalah interaksi antara kedua dimensi tadi dan apa pengaruhnya terhadap
persoalan-persoalan psikologis. Dia menemukan, misalnya, bahwa orang yang
mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert,
sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis
histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang
ekstravert.
Dia menjelaskan begini: orang
neurotistik akut sangat peka terhadap hal-hal yang menakutkan. Kalau orang ini
introvert, mereka akan belajar menghindari situasi yang menyebabkan kepanikan
itu secepat mungkin, bahkan ada yang langsung panik walaupun situasinya belum
terlalu gawat –orang inilah yang mengidap fobia. Sementara orang introvert
lainnya akan mempelajari perilaku-perilaku yang dapat menghilangkan kepanikan
mereka, seperti memeriksa segala sesuatunya berulang kali atau mencuci tangan
berulang kali karena ingin memastikan tidak ada kuman yang akan membuat mereka
sakit.
Sebaliknya, orang neurotistik yang
ekstravert akan mengabaikan dan cepat melupakan hal-hal yang menakutkan mereka.
Mereka memakai mekanisme pertahanan klasik, seperti penolakan dan represi.
Mereka dengan mudah akan melupakan, misalnya akhir pekan yang buruk.
3. Psikotisme
Orang yang skor psikotisisme-nya
tinggi memiliki trait agresif, dingin, egosentrik, tak pribadi, impulsif,
antisosial, tak empatik, keatif, keras hati. Sebaliknya orang yang skor
psikotisismenya rendah memiliki trait merawat/baik hati, hangat, penuh
perhaitan, akrab, tenang, sangat sosial,empatik, kooperatif, dan sabar. Seperti
pada ekstraversi dan neurotisisme, psikotisisme mempunyai unsur genetik yang
besar. Secara keseluruhan tiga dimensi kepribadian itu 75% bersifat herediter,
dan hanya 25% yang menjadi fungsi lingkungan. Seperti pada neurotisisme,
psikotisisme juga mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model).
Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mereka
mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan mengembangkan gangguan
psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang rendah, skor P yang
tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika mengalami stress yang
berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang berat itu sudah lewat
fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali.
Psikotisme, dapat digabung
bersama-sama dengan neurotisisme dan ekstraversi, menjadi bentuk tiga dimensi.
Tiga garis yang saling berpotongan ditengah-tengah dan saling tegak lurus,
menggambarkan hubungan antara ketiga dimensi itu. Setiap individu dapat
digambarkan dalam sebuah titik pada ruangan yang diantarai oleh tiga garis
dimensi itu.
Menurut Eysenck dan Gudjonsson, ada
korelasi negatif antara androgen (testoterone) dengan CAL. Androgen dihasilkan
oleh kelenjar adrenal kelamin laki-laki (testis) dan kelenjal adrenal perempuan
(ovarium). Semakin tinggi androgen anak, semakin rendah CAL. Akibatnya muncul
sifat-sifat maskulinitas, seperti tingkahlaku agresi. Secara hipotesis, hormon
androgen menjadi mediator hubungan antara CAL yang rendah dengan kriminalitas.
Kecerdasan
Eysenck sesungguhnya ingin
memasukkan kecerdasan sebagai dimensi keempat dari kepribadian. Seperti tiga
dimensi yang lain, kecerdasan lebih banyak dipengaruhi oleh keturunan. Namun
penelitian disekitar kecerdasan masih belum dapat mengelaborasi faktor
kecerdasan itu dengan keseluruhan kepribadian manusia. Banyak kontroversi
tentang hubungan antara kecerdasan dengan ras, yang belum terselesaikan.
PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN
Teori kepribadian Eysenck menekankan
peran herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait ekstraversi,
neurotisisme, dan psikotisisme (juga kecerdasan). Sebagian didasarkan pada
bukti hubungan korelasional antara aspek-aspek biologis, seperti CAL dan ANS
dengan dimensi-dimensi kepribadian.
Eysenck juga berpendapat, bahwa
semua tingkahlaku yang tampak –tingkahlaku pada hirarki kebiasaan dan respon
spesifik- semuanya (termasuk tingkahlaku neurosis) dipelajari dari lingkungan.
Eysenck berpendapat inti fenomena neurotis adalah reaksi takut yang dipelajari
(terkondisikan). Hal itu terjadi manakala satu atau dua stimulus netral diikuti
dengan perasaan sakit/nyeri fisik maupun psikologis. Kalau traumanya sangat
keras, dan mengenai seseorang yang faktor hereditasnya rentan menjadi neurosis,
maka bisa jadi cukup satu peristiwa traumatis untuk membuat orang itu
mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah
(diathesis stress model).
Sekali kondisioning ketakutan atau
kecemasan terjadi, pemicunyaakan berkembang bukan hanya terbatas kepada obyek
atau peristiwa asli, tetapi ketakutan/kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus
lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan
dengan stimulus asli. Setiap kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya
merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut
Eysenck, orang itu menjadi terkondisi perasaan takut/cemasnya dengan stimuli
yang baru saja dihadapinya. Jadi kecenderungan orang untuk merespon dengan
tingkahlaku neurotik semakin meluas, sehingga orang itu menjadi mereaksi dengan
ketakutan stimuli yang hanya sedikit mirip atau bahkan tidak mirip sama sekali
dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut Eysenck, stimulus baru
begitu saja dapat diikatkan dengan stimulus asli, sehingga orang mungkin
mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi serta merta akibat adanya
stimulis itu, tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak analisis psikodinamik
yang memandang tingkahlaku neurotik dikembangkan untuk tujuan mengurangi
kecemasan. Menurutnya, tingkahlaku neurotik sering dikembangkan tanpa alasan
yang jelas, sering menjadi kontraproduktif, semakin meningkatkan kecemasan dan
bukannya menguranginya
Jika tingkahlaku itu diperoleh dari
belajar, logikanya tingkahlaku itu juga bisa dihilangkan denagn belajar.
Eysenck memilih model terapi tingkahlaku, atau metoda menangani tekanan
psikologis yang dipusatkan pada pengubahan tingkahlaku salahsuai alih-alih
mengembangkan pemahaman mendalam terhadap konflik di dalam jiwa.
APLIKASI
METODA PENELITIAN
Seperti teori traits pada umumnya,
teori Eysenck menawarkan variabel-variabel yang mudah dikembangkan menjadi
definisi operasional, sehingga memungkinkan dilakukannya penelitian yang
aplikatif. Nama Eysenck tidak berkibar di lingkungan psikologi kepribadian
karena karya tulisnya mencakup minat yang luas, mulai dari pengukuran
kepribadian, perilaku seksual, merokok dan kanker, adiksi narkotik, hipnosis, kepribadian
dan penyakit jantung, kepribadian dan kanker, terapi tingkahlaku, kecerdasan,
hipnosis, dan bahkan politik. Dia termasuk 10 besar pakar psikologi dengan
karya tulis terbanyak, yang semua tulisannya berangkat dari perspektif biologik
dan genetik.
Menjawab kritik terhadap analisis
faktor yang terlalu diskriptif, dan yang menentukan faktor-faktor perolehan
dari matrik korelasi sacara arbitrer (sewenang-wenang, tergantung apa maunya
peneliti), Eysenck mengembangkan metoda analisis kriterion (criterion analysis).
Pada metoda analisis faktor tradisional, peneliti langsung saja menyusun
seperangkat alat ukur yang meliput seluruh ranah penelitian, dengan harapan
analisis faktor nanti akan mengungkap latar belakangnya. Analisis Kriterion
dari Eysenck mengharuskan peneliti mulai dari pengembangan hipotesis mengenai
spesifikasi variabel latar belakang yang akan diteliti, baru kemudian menyusun
seperangkat alat ukur yang dirancang untuk mengungkap faktor-faktor yang
dihipotesakan itu. Responden yang diteliti sekurang-kurangnya dua kelompok,
yang diduga mempunyai perbedaan tingkat kepemilikan variabel yang akan diukur.
Kelompok dengan tingkat kepemilikan variabel yang berbeda itu disebut kelompok
kriterion, dan analisis faktor yang melibatkan kelompok kriterion, disebut
analisis kriterion. Membandingkan skor dua kelompok yang diduga mempunyai
kualitas yang berbeda, dapat dipakai untuk menganalisis sensitivitas item tes
yang pada gilirannya akan menghasilkan pengukuran trait secara valid dan
reliabel.
ASESMEN KEPRIBADIAN
Diantara instrumen-instrumen yang
pernah dikembangkannya, ada empat inventori yang pengaruhnya luas, dalam arti
dipakai oleh banyak pakar untuk melakukan penelitian atau untuk memahami klien,
maupun dalam arti menjadi ide untuk mengembangkan tes yang senada.
- Maudley Personality Inventory (MPI), mengukur E dan N
dan korelasi antara keduanya.
- Eysenck Personality Inventory (EPI), mengukur E dan N
secara independen.
- Eysenck Personality Questionnair (EPQ), mengukur E, N,
P, (merupakan revisi dari EPI, tetapi EPI yang hanya mengukur E dan N
masih tetap dipublikasikan).
- Eysenck Personality Questionnair-Revised (EPQ-R) revisi
dari EPQ.
EVALUASI
Teori Trait faktor dari Eysenck (dan
Cattell) merupakan contoh penelitian kepribadian yang dengan pendekatan yang sangat
empirik. Teori itu dikembangkan melalui pengumpulan data dari responden yang
jumlahnya sangat besar, mengkorelasikan skor-skor yang diperoleh, dilakukan
analisis faktor terhadap matriks korelasinya, dan memakai simpulan faktornya
sebagai aspek penting dalam psikologi. Dengan kata lain, teori trait-faktor
mendasarkan diri kepada psikometrik alih-alih penilaian klinik. Beberapa pakar,
pada dasarnya telah menyadari dan meyakini adanya hubungan antara kepribadian
dengan sistem neurologis manusia. Namun baru Eysenck yang mencoba menunjukkan
bentuk hubungannya secara nyata dengan konsep CAL dan ANS. Ini menjadi awal
dari Psikobiologi dan Neurokimia yang menjadi topik psikologi kontemporer.
Kritik utama terhadap Eysenck adalah
teorinya terlalu sempit. Teori itu hanya membahas tiga dimensi kepribadian dan
hubungannya dengan biologi-syaraf, tanpa menyinggung topik-topik yang menjadi
pusat perhatian pakar psikologi pada umumnya, seperti motivasi, drives,
kemauan, dan impuls. Eysenck menyinggung perkembangan kecemasan, tetapi tidak
membahas perkembangan itu secara luas.
Penentuan faktor yang arbitrer
memunculkan usulan penggabungan faktor dan atau pemberian nama baru yang lebih
akurat. Namun usulan baru itu juga bersifat arbitrer, sehingga praktis analisis
faktorial yang dimulai dengan jargon keobjektifan dan kecanggihan akan berakhir
dengan kesimpulan yang penuh ketidakpastian. Misalnya Jeffrey Gray yang
mengusulkan dimensi kecemasan-impulsivita sebagai pengganti dimensi ekstraversi
dan neurotisme. Buss dan Plomin mengusulkan dimensi ekstraversi dipecah menjadi
dua, sosiabilitas dan impulsivitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar